Wok the Rock

Narasumber: Wok the Rock
Waktu Wawancara:
13 Januari 2023
Lokasi: Ruang Mes 56, Yogyakarta
Tautan Karya Terkait:
A. Vertical Horizon

Hoppla

Ini kan kita dari Hoppla mau nanya-nanya seniman-seniman se tanah air lah tentang konsep kekaryaan yang menyinggung soal internet, gitu. Kalau Mas Wowok nih, dari yang dikumpulin oleh tim, pengen nanya-nanya soal proyek Vertical Horizon, Yes No Wave, sama keseluruhan interest-nya Mas Wowok tentang internet lah, nanti kita tanya-tanya. Enaknya bahas apa dulu nih mas, Vertical Horizon atau Yes No Wave yang lebih dulu?

Wok the Rock

Sebenernya aku tuh pernah bikin—kalau dulu namanya net art. Aku pernah bikin net art kalau gak salah tahun 98. Formatnya website berbasis HTML. Nah itu pernah aku ikutin di Festival Net Art di Kuba. Sebenarnya dari situ, aku ketertarikannya tuh, gimana ya, semenjak masuk kuliah di ISI itu aku tertarik sama teknologi. Seni yang ada hubungannya sama teknologi. Mungkin karena aku masuknya di DKV, yang interest-nya di seni media sejak saat itu. Pengen banget belajar fotografi, video, animasi, terus kemudian website. Internet kan akhir 90an itu sudah mulai lah. Kalau populer belum, kan. Waktu itu sudah ada beberapa internet café, kan. Dari situ sudah mulai, ini bikinnya gimana ya? Biasanya arahnya ke desain waktu itu. Lalu ada senior yang bisa bikin website. Lalu diajarin sama dia. Namanya Dionisius, tapi populernya Durga, sekarang dia tattoo artist. Diajarin sama dia pake Dreamweaver.

Dari situ, aku udah tertarik banget sama internet. Dimulai bikin website sendiri, terus bikin website untuk temen-temen, waktu itu aku aktif banget di punk di sini, ada temen-temen tongkrongan punk, itu aku bikinin website. Nah, itu yang kemudian, kalau dulu kan ada guest book istilahnya di website, di mana user bisa kirim pesan, semacam comment tapi guest book. Dari situ kemudian bisa jadi forum. Website-nya jadi forum anak-anak punk Jogja. Dari situ aku tertarik sama internet lah. Terus nyoba-nyoba.

Kemudian salah satu elemennya gitu ada GIF animated. Seneng kan ngeliat, wah, bisa bikin animasi, nih. Dari Photoshop gitu udah bisa bikin animasi, dari situ bisa bikin-bikin animasi pake GIF animated, kemudian ada Macromedia Flash yang memungkinkan bikin animasi di internet. Belajar itu, kemudian karena tertarik di seni, maksudnya fine art… ini kayaknya seru nih kalau website ini aku pakai sebagai medium seni. Nah, terus aku bikin waktu itu judulnya “Design is Kinky” . Terus aku kayaknya hosting-nya pake Geocities waktu itu, hosting website gratisan. Terus kemudian nyari tahu, ini kayaknya ada deh yang kayak gini-gini. Kemudian nemu net art, wah bener kan ada istilahnya, gitu… kemudian situs seni media Rhizome. Wah, ini nih forumnya, segala macem ada di situ.

Hoppla

Ubu juga ya.

Wok the Rock

Ubu web kayaknya belum ada deh waktu itu. Rhizome. Itu hampir kayak forum gitu, kamu bisa ngupload karya di dalam situ, dulu. Kayaknya sekarang lebih curated. Kalau dulu bisa, siapa pun bisa masukin karya net art atau animasi di situ. Aku pernah masukin juga, dan dari situ tahu bahwa ada festival net art. Dan waktu itu ada banyak festival-festival net art, lumayan banyak. Aku ikut yang di Kuba.

Tapi setelah itu aku nggak terlalu fokus di situ. Lebih sama anak-anak Mes, mengelola Mes, lebih sibuk ngurusin Mes. Tapi bikin website terus. Untuk Mes, untuk temen-temen, lah. Sebenarnya kalau mau ngomongin praktikku di wilayah internet dan seni itu sebenarnya itu.

Hoppla

Design is Kinky dulu namanya?

Wok the Rock

Iya.

Hoppla

Dulu kontennya apa aja?

Wok the Rock

Kontennya? Aku agak lupa sebenarnya. Waktu itu sok filosofis lah sebenarnya… [semua tertawa] mahasiswa baru, lagi senang baca Dadaisme dan segala macam…

Hoppla

Berarti kritik ya?

Wok the Rock

Kritik tentang hedonisme. Konsumerisme. Itulah.

Hoppla

Punk abis.

Wok the Rock

Tapi karena waktu itu aku suka warna-warna yang ngejreng-ngejreng gitu, desainnya sangat ngejreng, kelap-kelip, banyak animated GIF, link ini kalau diklik ngarah ke apa, gitu. Jadi permainan hyperlink menuju ke apa, gitu. Dan itu semuanya gerak, gerak, gerak… teks, segala macam, gambar-gambar.

Hoppla

Yang itu tahun berapa jadinya Mas?

Wok the Rock

Kalau nggak 98 ya 99, sekitar tahun itu lah.

Hoppla

Dulu dot apa [alamatnya]?

Wok the Rock

Dot geocities, harusnya. designiskinky.geocities.com.

Nah. Terus kemudian ada dulu free domain for shorten links. cjb.net. Kemudian aku mirror-kan ke sana untuk domain-nya. Jadi designiskinky.cjb.net. Tapi ketika diklik, dia ngarah ke Geocities-nya itu. Aku belum pernah coba nyari sih itu. Mungkin ada, karena beberapa situs Geocities itu ada yang mengarsipkan. Karena aku ingat dulu pernah bikin website untuk tongkrongan punk itu, Realinobootboys, terus kemudian aku bikin juga untuk beberapa band, Begundal Lowokwaru, anak Malang itu. Itu masih ada [website-nya]. Empat tahun lalu tapi aku ngeceknya. Geocities itu ada yang mengarsipkan, itu ketemu. Nah ini aku malah jadi kepikiran mungkin mau nyari itu, masih ada gak ya itu Design is Kinky.

Kemudian di Mes, fokusnya ke fotografi, video art, gitu. Kemudian aku bikin-bikin karya video art, salah satunya Vertical Horizon itu. Itu beneran karya video. Cuman membicarakan tentang bagaimana… bukan internet sebenernya itu. Ada fenomena internetnya di belakang situ.

Hoppla

Layar…

Wok the Rock

He-eh. Tapi sebenarnya kan bagaimana kamera digital itu kemudian mengubah cara kita menonton video. Formatnya berubah jadi vertikal, gitu kan. Itu karena tidak canggihnya kamera digital waktu itu sebenarnya. Jadi begitu di-copy di hard drive gitu, itu jadi vertikal. Atau sebenarnya ngambilnya vertikal, terus karena belum ada format vertikal waktu itu, jadinya [tampilannya] horizontal. Tapi kemudian gambarnya miring. Sebenernya itu. Membahas tentang itu, tentang bagaimana [kamera digital] mengubah, [cara] orang nontonnya jadi miring, gitu. Kalau ceritanya di video itu ya itu pengaruh internet, kan. Bagaimana si… siapa itu…

Hoppla

Cut Tari dan Ariel

Wok the Rock

Ya, kisah yang itu kan. Menanggapi… sebenarnya tidak menanggapi kasus itu ya.

Hoppla

Skandal selebritis…

Wok the Rock

Aku lebih menanggapi bagaimana kesalahan teknologi ini kemudian mengubah bagaimana orang menontonnya miring.

Hoppla

Berarti di situ udah ada kesadaran layar vertikal juga dong berarti? Tentang bagaimana kalau layar vertikal itu bisa dimiringin… bisa dimainin…

Wok the Rock

Penggunanya yang sebenarnya ada kesadaran itu. Entah yang cewek atau yang cowok, sebenarnya naruh kameranya vertikal. Gitu kan. Tapi ketika ditransfer jadi horizontal karena belum ada di dalam digital komputer itu belum ada yang vertikal seperti sekarang. Makanya tetep horizontal. Gambarnya vertikal. Itu sih.

Hoppla

Kalau sekarang nih lo ngeliat budaya orang pake layar lebih jauh nih, kalau lo bisa bikin ulang karya itu, mungkin konsep apa yang mau lo masukin ke karya Vertical Horizon?

Wok the Rock

Aduh, apa ya. Kalau ada pertanyaan seperti itu mungkin udah gak make sense, sebenarnya. Karena sekarang vertikal horizontal gitu kan, mediumnya ada, bahkan secara fisik hardware pun ada, bisa dibalik, gitu. Sekarang mungkin nggak make sense membicarakan itu. Sebenarnya make sense ketika pertanyaannya: ada kelemahan teknologi apa yang kemudian mengubah perilaku orang? Sebenarnya pertanyaanku kan itu. Karena ada kesalahan teknologi, kemudian mengubah perilaku kita secara fisik. Mungkin pembahasannya bisa diarahkan ke… istilahnya, internet of things. Di ranah itu mungkin. Bagaimana internet kemudian berlaku di kehidupan di luar digital. Untuk mematikan lampu, untuk menyalakan musik, menyalakan kompor, internet of things kan begitu. Digerakkan melalui internet, hal-hal yang sifatnya fisikal. Mungkin pertanyaannya jadinya ke sana kalau sekarang, ya.

 

B. Yes No Wave dan Distribusi Data

Wok the Rock

Nah terus kemudian, Yes No Wave. Tahun 2004, 2005, 2006… aku tertarik sama demokratisasi di internet. Bagaimana internet menawarkan akses pengetahuan yang sebelumnya dikuasai hanya segelintir orang yang mengerti: teknokrat, akademisi, menengah ke atas, begitu. Dengan adanya internet, kemudian siapa pun dapat mengakses dan membagikan pengetahuan. Makanya ada Wikipedia. Aku tertarik itu di tahun 2006. Arahnya kemudian sampai ke copyright. Karena aku fokus di musik waktu itu, kemudian bagaimana musik di internet free download dan sebagainya, bagaimana orang menyebarkan musik lewat MP3, arahnya kemudian ke hak cipta. Aku kemudian ketemu dengan Creative Commons. Aku makin tertarik dengan bagaimana akses itu dalam internet. Demokratisasi pengetahuan. Yang aktif di situ.

Cuman waktu itu gak ada tandemnya mau bikin aktivisme soal itu susah banget di Jogja. Ketemu sama anak-anak IT, gak tertarik sama aktivisme. Ada hacker, sukanya merusak saja. Anak-anak aktivis, gaptek. Hampir semuanya gaptek. Jadi kayak gak ada temen gitu untuk membuat suatu gerakan aktivisme tentang kebebasan akses pengetahuan itu melalui internet. Sampai kemudian Yes No Wave sempet bikin webzine namanya XEROXED. Di XEROXED aku posting—me-repost sebenarnya—semua hal tentang itu, tentang aktivisme itu lah.

Karena gak ada tandemnya, aku membayangkan kalau ada tandemnya bisa ada penulisnya, atau melakukan gerakan di jalan, atau seperti itu. Kontrol-kontrol internet oleh pemerintah, kemudian sama korporat besar. Udah mikirin kayak gitu, yang sekarang kita menghadapi kenyataan itu. Misalnya, susah banget mainan Torrent. Sekarang semuanya harus bayar. YouTube pun… semuanya harus bayar, dibantai semua sekarang. Kayak gini, karena ya… Piratebay aja kalah.

Waktu itu aku aktifnya di situ ya, bikin XEROXED gitu. Yes No Wave juga idenya di situ. Secara sederhana, di skena musik bagaimana melihat praktik orang mengkonsumsi musik sudah berbeda. Kalau dulu, beli CD, beli kaset lah, kemudian temen yang gak mampu beli kaset/CD bisa pinjem, terus di-copy di tape deck, seperti itu. Itu kan sekarang bergeser. Enggak lagi yang [kita] datang, terus “eh punya album apa, nih, yang menarik?” “Ini, ini, ini…” “Pinjem dong, gua copy.” Gitu, kan. Kalau kamu punya tape deck biasanya langsung bawa kaset kosong, “Wah… copy dong!” Gitu.

Kemudian kan itu mediumnya berubah. Ada internet, jadi MP3, kemudian [kita] datang bawa hard drive. “Eh, copy, dong.” Dan itu semakin mempererat… itu tidak mengubah persahabatan. Karena dulu sempet ada konflik waktu kaset atau CD, karena kasetnya gak dibalikin. Ada konflik kemudian, berantem, gitu. Dengan adanya internet, MP3 itu, nge-copy itu kamu ngasih tapi masih punya datanya. Makanya kemudian digemari sekali di Indonesia. Datang dan berbagi file itu sangat kencang di sini.

Dari situ aku kemudian ngeliat, wah, aku sebelumnya juga punya label, label punk rilisnya kaset. Jualan juga gak pernah laku. Kalau ngelapak yang laku pasti lapak sebelah yang jual kaos band, itu lebih laku. Jualan kaset itu satu tongkrongan yang beli cuma satu. Tapi kaos yang lebih mahal harganya pada beli satu satu. Kemudian internet, MP3, kemudian ya udahlah, rilisnya MP3 aja, free download. Kemudian bikin kaos. Jadi aku bilang ke band-band itu, udah gini aja deh, daripada puyeng jual kaset gak laku, kita bikin [rilisan] digital, kita sebarin gratis, tapi tetep ada duit sebenarnya untuk membuat kaset, kan. Duit untuk membuat kaset pake aja untuk bikin kaos yang jelas laku. Bukan jelas laku, tapi peluangnya lebih banyak daripada jual kaset.

Akhirnya jadi kayak gitu, subsidi silangnya jual merchandise aja. Ngidenya dari situ Yes No Wave, melihat praktik berbaginya, bagaimana copyright atau hak cipta, hak pencipta, itu juga dibagikan: mendukung remix, kemudian bikin proyek-proyek remix, bagaimana musik itu penciptaannya tidak tunggal, selalu berkembang dan dikembangkan oleh orang lain. Membuka akses bagi orang-orang lain untuk mengolahnya jadi remix. Sekarang udah jadi tradisi banget kan. Main TikTok bisa klik ‘Remix’. Idenya seperti itu dulu. Semuanya berkembang. Kalau dulu ditentang oleh korporat, sekarang korporat menggunakannya, karena melihat peluangnya, seperti itu. Yes No Wave itu intinya seperti itu.

Hoppla

Itu semua Yes No Wave lo bikin sendiri nih, dari desain web, segala macem?

Wok the Rock

Ya.

Hoppla

Dulu sepengalaman gue, gue ngakses Yes No Wave juga ya. Dulu itu kalau download lo pake agregator gak sih, yang dibayar per klik gitu?

Wok the Rock

Gak, sama sekali gak.

Hoppla

Tapi dulu lo ngeliat analytics gak, kayak berapa banyak orang yang men-download

Wok the Rock

Oh iya, ada.

Hoppla

Itu berapa frekuensinya?

Wok the Rock

Frekuensinya sebenarnya lumayan tinggi sih waktu itu. Tapi, balik lagi ya, band-band yang aku rilis juga bukan band-band populer yang easy listening. Tidak semuanya easy listening. Kita bikin satu rubrik di website-nya Yes No Wave, kalau tradisinya label atau record store itu kalau kamu dateng ke toko musik, biasanya ada Top Chart atau Best Selling, gitu dalam satu rak. Kalau di Yes No Wave itu ada, Top Downloads. Jadi ini download yang paling digemari, yang paling sering di-download. Frau yang paling banyak. Download-nya bisa sampai jutaan waktu itu. Bisa sampai bandwith-ku macet, lalu aku harus meng-upgrade bandwith-nya. Analisa ada, tapi iklan sama sekali enggak. Memang ga ada iklan sama sekali, ini non-profit, ada gerakan anti iklan waktu itu, itu di Internet juga. Dan kalau kamu mendukung mereka, mereka ngasih embedded link untuk badge agar dipasang di website-mu. Free ad website. Gambarnya kucing hitam kayak Pirate Bay gitu, tapi kucing hitam.

Hoppla

Dulu masih inget gak band pertama yang albumnya masuk Yes No Wave?

Wok the Rock

Pertama itu dulu aku langsung merilis tujuh album. Supaya kalo orang ke website-nya langsung ada banyak. Kalau cuma satu, kayak waktu itu, akan “aah, garing…” kan. Jadi desain website-nya juga udah langsung enak. Temen-temen deket aja yang sebelumnya udah sering ngomongin sharing dan seperti itu. Langsung pada mau ketika aku tawarin, gitu.

Hoppla

Mereka sendiri, si album itu, udah pernah rilis fisik atau…?

Wok the Rock

Ada yang pernah rilis fisik. Satu kompilasi dan enam album. Itu ada Zoo. Zoo itu pernah rilis fisik CDR. Denda Omnivora&The White Liar, itu dulu band panggung, pernah rilis CDR juga. Ada band dari Magelang itu… disco punk gitu, Gegabah. Apa lagi ya, lupa. Pokoknya ada tujuh.

Hoppla

Setelah berkembang, kemudian cara Mas Wowok mengkurasi band yang masuk ke Yes No Wave itu gimana, Mas?

Wok the Rock

Seleraku aja. Pertama selera. Yang aku suka. Yang aku suka itu seperti apa? Aku suka band yang unik, punya karakter kuat. Atau punya nilai historis, atau nilai yang spesifik, itu aku suka. Yang kedua, bersedia dirilis gratis. Dua itu. Kadang aku suka, tapi gak mau dirilis gratis, oo ya udah kalau gak mau.

Hoppla

Kalau lo bikin Yes No Wave kan karena melihat perubahan orang menikmati musik, nih. Sekarang kan beda lagi dengan adanya Spotify. Pandangan lo terhadap Spotify gimana?

Wok the Rock

Aku melihat Spotify ya sebenarnya itu perkembangan dari Yes No Wave aja sebenarnya, mereka dengan metode yang berbeda, tidak download, tapi streaming. Aku juga dulu pake streaming. Aku niatnya ya seneng-seneng aja sih sebenarnya. Dengan adanya Spotify, waktu aku pertama kali baca, aku udah seneng banget. Wah, menarik ini. Memang tidak akan memberikan keuntungan banyak untuk band, karena streaming.

Kamu tidak memilikinya, kamu tidak akan bisa menjualnya dengan harga mahal. Karena itu hanya file yang lewat saja di cloud. Jadi pasti murah, harus murah memang. Jadi pendapatan di band juga gak banyak. Makanya ketika ada perdebatan itu, aku ngeliatnya, kalau Spotify, iTunes, Apple Music, Deezer segala macam digemari orang, aku akan mefungsikannya tidak sebagai distributor, tapi seabgai music player aja.

Hoppla

Tapi kan Yes No Wave, sebagai label musik internet, waktu itu ketika ada Spotify, tertarik gak misalnya, band yang dulu kita punya file-nya dimasukin ke Spotify, atau justru gak mau?

Wok the Rock

Aku mau mau aja sebenarnya, aku bilang kan aku suka. Tapi waktu itu nggak langsung, karena mereka agregatornya tertutup di awal-awal. Awalnya third party aggregator-nya tertutup, eksklusif kan. Jadi gak bisa serta-merta kamu masukin. Aku juga pengen mempelajari juga, ini seperti apa? Makanya aku pernah bikin FGD. Dari Jakarta kalau gak salah aku undang Felix Dass, sama KUNCI Cultural Studies, bikin reading group. Kita nge-print terms and conditions Spotify dan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, kita baca bareng-bareng waktu itu. Ada beberapa musisi, ada Frau waktu itu ikut, peneliti musik di sini, Rizki Ramadan [aka Felix Dass] itu juga aku undang, ada juga anak-anak yang aktif bikin acara musik. Kita baca bareng semuanya, Terms and Conditions-nya sebenarnya apa sih? Karena aku yakin banyak orang gak baca itu, gitu. Sebenarnya Spotify itu apa sih? Ayo kita baca bareng-bareng. Bikin kayak reading session gitu.

Kita ngeliat bahwa ini sebenarnya bagus. Cuma memang gak akan memberikan keuntungan banyak untuk musisi, memang. Tidak akan bisa menggantikan penjualan CD atau kaset di zaman dulu. Jadi polanya memang harus berbeda. Dan waktu itu pertanyaannya, “kalau ini yang mendengarkannya banyak, kalau aplikasi ini populer dan banyak digunakan orang, pasti juga akan menghasilkan uang untuk artist.” Soal pembagian royalti atau apa, itu soal beda lagi lah. Itu pasti akan terus diperdebatkan. Itu pertarungan antara musisi dan record label itu… gak ada akhirnya, dalam industri musik gak akan pernah selesai, kodratnya seperti itu. Jadi kita ngeliatnya, kalau mau pake, pake aja sih.

Tapi kita harus tahu, kalau aplikasi ini tidak populer, gak akan banyak income yang kamu dapat. Harus disadari itu saja. Maka aku masukin juga beberapa Yes No Wave, dan itu pun yang aku punya file WAV-nya, karena harus WAV yang didistribusikan. Itu juga nanya ke artist-nya, mau gak? Mereka nanya balik, “kenapa, Mas? Buat apa, Mas?” “Yaa, untuk music player aja.” Yes No Wave kan dari awal supaya merchandise-mu laku. Itu yang dengerin harus banyak. Kalau yang dengerin sedikit, merchandise-mu gak akan laku. Ini untuk mendongkrak pendengar aja.

Hoppla

Kalau untuk masuk ke Spotify, itu harus label atau artist?

Wok the Rock

Artist bisa. Di agregator itu loh. Aku juga nemu agregator yang gratisan.

Hoppla

Apa itu, mas?

Wok the Rock

Freshtunes.com. Itu gratis. Mau berapa single, mau berapa album, hitungan 24 jam udah masuk ke mana-mana. Gak tahu lah itu perusahaan dari Rusia. Orang Rusia bikinnya di Dubai. Wah udah lah, ini orang-orang brengsek ini, gak papa lah. Yang penting dimasukin, ada di Spotify, soal duit ah bodo amat, lah. Tapi ternyata juga fine-fine aja. Dia juga gak maling-maling amat. Dari uang yang berputar masuk, dia bisa aku withdraw.

Hoppla

Si agregator ini publisher ya, jatuhnya?

Wok the Rock

Bukan, beda. Dia makelar aja untuk masukin ke [Spotify]. Bukan publisher. Tapi sekarang ini ada agregator yang berbisnis sebagai publisher.

Hoppla

Tadi, Mas bilang pas awal-awal tahun 98 mulai mainin internet itu kan Mas suka bikin website untuk tongkrongan anak-anak punk dan segala macam. Aku kan belum lahir tahun segitu [tertawa] Tapi kenapa Mas Wowok kepikiran untuk bikinin mereka website ketika belum banyak orang…

Wok the Rock

Ya, pengen aja. Aku gak bisa diem, gitu. Kalau kamu bisa menemukan sesuatu, mainan baru… gak bisa berhenti. Kamu lagi suka TikTok, pengennya main terus. Yaa apa, mainan lah. Sebenernya gitu sih waktu itu, seneng aja, excited, gitu. Rasanya kayak apa ya, excitement-nya itu, aku gak bisa mengungkapkan ya. Aku sangat excited, kayak woaaah. Ketika ter-upload dan website-nya diketikkan, lalu kamu enter, lalu keluar website-nya, lalu kamu klik gitu, woaahh! Beneran bisa gerak! Beneran bisa dilihat oleh semua orang di dunia! Lalu aku kirim link-nya ke temenku yang tinggal di Inggris melalui email, “Eh, cek aku bikin website nih, bisa gak?” “Bisa!” Waah, senang aku! Karena internet itu adalah suatu hal yang baru pada saat itu. Bisa dilihat orang di Inggris! Excitement itu sih, yang kemudian… bikin apa lagi ya? Wah, band ini ah… Aku suka band-nya, aku bikinin. Aku gak ngomong ke band-nya, aku kasih aja, band-nya juga “Ah, gak bisa mbukanya mas!” Begundal Lowokwaru band preman-preman pasar di pinggiran Malang yang internet aja gak ngerti… “Mas, aku bikinin website, Mas!” “Website, apaan tuh?” “Dah, pokoknya ada lah, website! Kalo ditanya bule-bule punk yang mampir ke Indonesia bilang aja, ada website-nya!” Itu aja sih, karena kesenengan.

Hoppla

Tapi kalau karena kesadaran untuk mengarsipkan sesuatu atau kayak untuk memudahkan penyebarluasan sesuatu ada gak, Mas?

Wok the Rock

Waktu itu ya… penyebarannya… forum internet itu belum populer. Chatting ya, mIRC. Forum-forum chat, paling nyebarinnya ke situ. Belum sampai pengarsipan. Gak mikir sama sekali aku pengarsipan itu apa. Tapi penyebarannya iya, lewat forum-forum chat punk gitu, “Check this link! Punk from Indonesia!” Mungkin salah satu tujuannya itu, memperkenalkan band punk dari Indonesia ke publik internasional. Nih, nih, nih… itu aja sih.

Hoppla

Tahun 98 lo ngakses internet gimana?

Wok the Rock

Warnet.

Meskipun belum banyak dan lambat ya, ada. Di Jogja udah ada. Lumayan lah, sekitar 10 ada tahun 98. Kalau di kota kecil itu, asal ada Telkom, pasti ada. Telkom itu dulu bikin semacam internet café meskipun mereka gak jual minuman. Jadi kamu dateng, bayar… dapat internet. Kalau dulu aku pulang ke Madiun, kota kecil itu, kalau mau internetan ya ke Telkom.

Hoppla

Tahun itu berapa mas kalau internetan sejam?

Wok the Rock

Sejam…

Hoppla

Sebelum krisis 98 itu. Telkom Net Instant dulu itu.

Wok the Rock

Telkom Net Instant itu kalau kamu punya telepon dan modem di rumah. Kalau di warnet itu dulu berapa ya… lupa aku, 5.000 atau 4.000. itu mahal. Marlboro yang paling mahal itu 1.500.

Hoppla

Dulu warnet letaknya di deket kampus atau tengah kota…?

Wok the Rock

Deket kampus dan wisata. Jadi di Malioboro, Prawirotaman, itu kan kawasan wisata, dan kampus-kampus di UGM. Paling banyak di daerah kampus.

Hoppla

Dulu orang akses masih kayak chatting juga ya dulu.

Wok the Rock

Chatting. Yahoo Messenger… atau MIRC. Mailing list, kamu gabung-gabung untuk update apa… kamu suka website apa, terus bisa join mailing list, bergabung sebagai subscriber. Yahoo Groups, melalui email… aktivitas sosialnya dari situ. MIRC itu populer banget. Web Forum belum populer. Reddit itu kira-kira 2002—2003 mungkin baru ada. Kaskus 2005. Friendster lupa aku, 2000 berapa ya. Myspace kalau untuk musik. Multiply untuk yang suka ngeblog, nulis-nulis. Multiply itu kayak yang punyanya Twitter dulu itu… Medium. Penulis-penulis. Selain kemudian mereka bikin blog, di Blogspot, WordPress… tapi bukan social media. Multiply itu social media. Penulis-penulis upload artikel, orang bisa komen-komen…

Hoppla

Menarik sih, Mas. Bulan kemarin kita ngobrol sama Mas Gustaf ya. Di Common Room. Dan dia juga ngomong suatu hal yang serupa. Bahkan dia bikin suatu statement bahwa “warnet itu revolusi kultural, tuh di Indonesia. Karena semua perubahan internet terjadi di warnet.”

Wok the Rock

Perubahan sosial. Aktivisme itu pol-polan… lo mau jelekin pemerintah apa pun itu wuuuss gitu. Karena pemerintahnya gaptek, gak kayak pemerintah di Amerika atau Eropa. Makanya pergerakan sosial itu kenceng banget di mailing list dan Yahoo Groups. Pergerakan grassroot itu di situ.

Hoppla

Dan dia juga bilang awal tahun 2000 itu adalah tahun-tahun terbebas internet Indonesia. Karena gak ada kontrol sensor sama sekali. Sampai pertengahan tahun 2000-an baru pelan-pelan ada.

Wok the Rock

Sama sekali gak ada. Itu yang aku kayak woaaah senang sekali itu. Ini nih… istilahnya bikin akun-akun anonim, aku pengen jadi apa, pengen jadi apa… bikin band fiktif. Di MySpace ada lima band fiktif yang aku bikin. Wah, seneng lah pokoknya. Akunku Friendster ada banyak, ada yang jadi perempuan, jadi ini, jadi ini… godain temen-temen… bebas, gak ada kontrol sama sekali. Makanya kemudian membayangkan, ini nih, sebuah gerakan semacam pers independen, atau jurnalisme warga, ini nih! Tapi waktu itu belum semua orang mengakses internet. Tapi sekarang udah jurnalisme warga. Televisi aja ngambil konten dari orang… Metro TV malah bilang, “kirimkan video tentang kejadian di sekitarmu…” malah ngambil konten dari orang-orang. Itu udah aku bayangkan dulu. Inii jurnalisme warga, internet ini.

Hoppla

Berarti dulu kebanyakan karya web-art, net-art nya Mas Wowok itu dibikinnya di warnet ya?

Wok the Rock

Di rumah. Desainnya di rumah pake DreamWeaver. Kalo desain website itu kan kamu bisa pake local host, semacam intranet. Jadi virtual internet. Kamu bisa ngeklik, dia akan jalan, gitu lah. Setelah selesai, masukin hard drive, bawa ke warnet, masukin ke FTP, upload.

Hoppla

Berarti proses upload-nya di warnet ya?

Wok the Rock

Di warnet. Itu yang proses nungguinnya haduuh… begitu 100% completed itu, wuaaahh muncrat itu.

Hoppla

Internet itu kan, kalau kita membaca manifestonya segala macam, secara ide itu kan sangat utopis, ya. yang tadi diomongin lah, membayangkan kesetaraan, kebebasan, gitu. Dan makin ke sini kita makin melihat hal yang sebaliknya, yang terjadi di internet justru malah jadi distopia.

Wok the Rock

Makanya aku sekarang menjauh dari internet. Mengurangi aktivitas social media. Kalau liat social media itu isinya cuman promosi aja. Promosi acara, udah. Gak membagikan pengalamanku, apa… sekarang udah pada debat apa… ngaco ini. Karena pemerintahnya dari awal itu gaptek, gak ngerti sebenarnya itu apa. Sampai sekarang juga gak ngerti. Artinya apa? Tidak ada pendidikan. Pemerintah yang harusnya memiliki kewajiban ini tidak melakukan pendidikan tentang internet. Itu yang terjadi sekarang. Negara yang sebesar Amerika itu juga masih kewalahan menanggapi bagaimana orang ngaco menggunakan internet.

Hoppla

Solusinya block doang.

Wok the Rock

Solusinya cuma block. Tapi kalau perilaku orangnya gak berubah, sama aja. Sosialisasi itu yang bagus… makanya gerakan-gerakan seperti internet sehat aku seneng banget, ngasih pendidikan ke tingkat RT, cara penggunaannya, bahayanya seperti apa, sopan-santunnya seperti apa. Yang kayak gitu itu sekarang menurutku perlu digalakkan. Alih-alih mencari teknologi yang lebih terbarukan. Yang ini aja udah kacau, apalagi nanti… bayangannya AI menciptakan robot, yang di film M3GAN itu. Di VICE kemarin ada wawancara dengan peneliti, dampak dari AI itu dia bilang itu memungkinkan apa yang terjadi di M3GAN.

Hoppla

Berarti tanggapan Mas Wowok dengan sekarang, segala teknologi ini, AI, NFT, Crypto, dan semua itu gimana Mas?

Wok the Rock

Kalau itu, aku selalu ngeliatnya yang positifnya ya, seperti yang tadi kamu bilang. Idenya, NFT, Crypto, ide besarnya itu kan bagus, desentralisasi. Bank tidak jadi peran yang utama lagi. Itu kan bagus. Siapa pun bisa membuat bank-nya sendiri. Tapi bagaimana itu diturunkan menjadi perilaku-perilaku yang humanis atau perilaku sosialnya, itu yang… kita gak banyak melakukan yang itu. Makanya banyak kekacauannya. Dan teknologi itu selalu trial and error. Aku gak percaya teknologi itu akan, “ini udah jadi, 100%.” Dia akan selalu ada bolongnya, dan itu secara teknis juga harus diperbaiki. Bugs itu juga kalau update app, update apa lagi, paling juga bugs fix. Pengaruh buruknya itu yang kurang banyak dilakukan menurutku, bagaimana kita bisa mengenali internet atau teknologi. Ini gak akan terbendung lah, perkembangan teknologi akan teruus… gitu.

Aku sih seneng-seneng aja. Seniman lain sedih, aku seneng. Tinggal nyuruh Siri bikin, “Eh Siri, bikin gini gini…” Sat set, seneng kalo aku. Gak capek-capek gambar lagi. Karena waktu itu aku pernah sekitar tahun 2010-an, aku pernah bilang sama diriku sendiri, “biarkan internet bekerja buat aku, bukan aku yang bekerja untuk internet.” Waktu itu Twitter lagi rame, Last.fm buat anak musik lagi rame untuk menunjukkan aku lagi dengerin apa. Kemudian, selalu ada plugin-plugin yang aneh-aneh. Aku nemu satu plugin yang bisa menghubungkan Last.fm-ku dari Winamp, dari Winamp ke Twitter.

Jadi apa yang aku dengarkan di Winamp bisa masuk ke Twitter ku. Di Twitter populer, #np gitu. Suatu ketika, aku lagi nongkrong di kafe. Aku gak pegang HP. Aku gak punya smartphone waktu itu. Terus anak-anak, “Ini kok Twitter-mu now playing terus, padahal kamu gak megang HP.” Kubilang, “makanya, biarkan internet yang bekerja.” Aku setel terus di rumah. Gak aku matiin. Toh aku tinggal di Mes, anak-anak juga nongkrong di situ. Aku muterin buat anak-anak sebenernya.

Menurutku sekarang itu penting, bagaimana kita yang harusnya mengendalikan teknologi. Kita yang menciptakan, kita yang mengendalikan. Apalagi sudah terpapar oleh banyak film-film science fiction yang bercerita tentang buruknya teknologi. Robot menguasai dunia. Waktu itu banyak kan. Aku juga sudah terpapar yang seperti itu. Yang dulu dibuat oleh novelis-novelis science fiction, sekarang ada. Ngobrol, video… ada. Semua tercipta. Nonton kayak gitu kan, M3GAN itu, bahaya ini. Aku ngeliat internet sekarang kayak gitu. Kalau aku pribadi, aku mengurangi menggunakan. Untuk tujuan positif aja. Sambil ngasih tahu ke orang-orang terdekat, ke kakakku, ke ibuku, kalau pake internet tuh yang seperti ini. Itu yang bisa aku lakukan. Belum terpapar AI. Kalau sudah terpapar AI kan… WA aja udah kacau, apalagi terpapar AI. Aduuh ibuku yang gaptek, kakakku yang lagi kecanduan WA nge-share apa aja yang bisa di-share, gak bisa bedain mana yang fake mana yang enggak. Kalau aku gak memberikan pengetahuanku soal itu ke dia, nanti dia terpapar AI, bahaya.

Hoppla

Aku mau nanya, balik lagi ke karya Mas Wowok yang Vertical Horizon, sama karya-karya net-art Mas Wowok yang lain itu, itu tuh dibuat khusus untuk dilihat di internet aja atau bisa dilihat dan dinikmati di ruang-ruang keseharian?

Wok the Rock

Kalau net-art itu kan aku bikin cuma sekali, ada di internet, dan internet belum populer di masa itu. Terus kalo yang video itu, itu aku pamerin juga.

Hoppla

Berarti menurut Mas Wowok, net art itu eksklusif [dinikmati] di internet aja gak, atau…

Wok the Rock

Kalau di masa sekarang ya, internet itu inklusif kan sekarang. Meskipun ada yang eksklusif kayak Patreon, yang kamu harus subscribe. Aku jadi teringat… yang tadinya inklusif sekarang jadi eksklusif, semua harus subscribe. Software aja sekarang subscribe, diawali dengan Adobe. App sekarang subscribe. Gak beli putus kan sekarang. Jadi makin eksklusif kupikir-pikir, dengan adanya Patreon, OnlyFans, ekonomi yang membuat internet jadi gak inklusif lagi. Bisnis atau kapitalisme yang membuatnya jadi ga inklusif, karena mereka gak mau.

Hoppla

Cerita yang kayak waktu kemarin di Jogja Biennale, Radio Isolasido… itu ada kaitannya juga gak dengan…

Wok the Rock

Ooo, ada, ada [kaitannya]. Tapi sebagai medium distribusi. Aku menggunakan internet sebagai medium distribusi. Sangat sederhana. Gagasannya ya gagasan desentralisasi, yang dari dulu internet sebenernya desentralisasi. Aku menggunakan desentralisasinya itu karena… konsepnya lebih ke karya audio, kan. Tentang bagaimana kalau kita terbuka dengan hal yang asing, dan terbiasa dengan hal yang asing, kita akan jadi orang yang lebih terbuka terhadap perbedaan. Itu premisnya.

Aku bikin seri mixtape, satu jam, eh 50 menit, yang isinya berbagai macam bahasa, berbagai hal-hal asing bagi orang yang menganggapnya asing. Di situ aku bekerja sama dengan radio online di seluruh dunia supaya bisa menjadi asing. Yang di suatu tempat tidak asing, dia menjadi asing. Bagaimana caranya? Ya radio online. Radio online yang kalau bisa… meskipun bikin radio online di Jakarta, belum tentu orang Peru yang mendengarkan. Apalagi sekarang ada teknologi yang memilihkan apa yang kamu suka… algoritma. Nah, aku harus bekerja sama dengan, paling tidak empat kontinen lah.

Hoppla

Ada berapa banyak radio yang bekerja sama?

Wok the Rock

Ada sekitar 20-an lah. Dari Amerika Selatan, Utara, Tengah, Asia Timur, Australia, Eropa, Afrika… jadi setiap kontinen ada perwakilannya. Di Meksiko gak asing, tapi didengerin di sini kan jadi asing. Tapi yang paling banyak dari Indonesia. Dari Makassar, Bali… di Jawa ada empat. Sumatra, Kalimantan. Radio FM juga sih.

Sebenernya ada satu karyaku yang menggunakan internet juga. Burn Your Idol itu. Aku mengumpulkan album favorit orang-orang untuk membaca identitas penggemar musik di Indonesia. Ada praktik bagaimana orang kemudian membuat CD dari MP3 yang di-download. Aku menggunakan internet untuk mencari lagu-lagunya. Menggunakan Pirate Bay, segala macam itu, dan untung online form-nya orang memasukkan data. Kemudian aku lanjutkan di Australia, karena mediumnya sudah berbeda, cara mengonsumsi musik berbeda, orang tidak lagi mengunduh MP3 dan didengarkan di rumah atau gawai, tapi streaming.

Itu 2013, orang sudah streaming di Australia. Itu pun berubah, tidak lagi nge-burn dari file MP3, tapi kamu dengerin musik pake apa, dan bagaimana. Oh, YouTube. Tapi aku spesifik ke orang-orang Indonesia diaspora yang ada di sana. Pertanyaan yang aku ajukan, yang pertama, musik atau lagu apa yang ngingetin kamu dengan tanah air? Itu pemicu saja sebenarnya. Kedua, kamu mendengarkannya pakai apa? Rata-rata YouTube. Makanya kemudian jika Burn Your Idol itu aku bikin CD, wujud fisik pamerannya berbentuk CD, yang di Australia ini yang Golden Memories bentuknya satu podcast dan kartu.

Kayak kartu iTunes gitu. Kartu kamu beli app itu. Waktu itu di sini belum ada, tapi di sana voucher itu sudah ada. Ada foto orangnya, respondennya, alasan kenapa dia suka lagu itu, dan ada link QR Code ke YouTube-nya. Jadi orang mendengarkannya itu. Itu yang aku pamerkan di Pekan Seni Media di Pekanbaru itu. Aku waktu itu habis… “Wok, ikut dong! Ada gak karyamu yang seni media?” “Oh ada, karya video, tapi… gak pake kabel. Enak pokoknya, install-nya gampang. Pokoknya dari semua yang kamu pamerkan, punyaku yang paling gampang. Gak butuh listrik, tapi butuh internetnya aja.” Jadi ya, kartu-kartu aja aku pajang, gitu. Kayak di Indomaret mereka memajang kartu-kartu Google Play atau gimana, aku pajang itu. Orang aksesnya pake punya mereka sendiri-sendiri.

Itu sih yang terakhir. Setelah itu, sebenarnya aku udah menjauhi internet.

Hoppla

Kalo kemarin ngobrol sama Mas Agung Jenong di Bandung, ngomongin karya Mas Wowok juga yang Burn Your Idol sama Golden Memories, mungkin bisa dikategorikan sebagai post-internet menurut versinya Mas Agung.

Kalau balik lagi ngomongin radio nih Mas, kami ada beberapa radio juga kemarin. Baru Norm sih yang diwawancara. Mas Wowok juga kan sempet bikin Radio Isolasido. Kalau dari pandangan saya, radio kan teknologi telekomunikasi yang lumayan “kuno” ya. Tapi sekarang perpindahan mediumnya di internet. Kalau menurut Mas Wowok, memandang orang yang sekarang dengerin radio online, itu gimana?

Wok the Rock

Pertama, sekarang orang mendengarkan secara streaming. Karena apa? Aktivitas-aktivitas online-nya di gawai itu sudah memakan banyak memori. WhatsApp, kalian cek aja bebannya berapa. Lebih dari 1 GB pasti. Akhirnya kemudian orang mendengarkan musik streaming aja biar gak membebani lagi, gak nyimpen lagu lagi di HP. Streaming sudah menjadi pilihan yang murah meriah, paling gampang. YouTube sangat populer kalau di Indonesia. Jadi soal didengerin atau enggak, online radio itu sebenarnya lain soal. Menurutku itu lain soal, itu masalah marketing aja.

Tapi orang akan memilih mendengarkannya, daripada kamu sodorin kaset, “aaah, di HP juga udah ada kok.” Sebenernya teknologi yang belum masuk di sini itu teknologi digital radio. Itu yang gak populer di sini. Kalo di Eropa, Australia, negara lain, itu populer banget digital radio. Karena semua radio FM sudah digital. Sudah melakukan alih media. Tidak alih, lah… mereka menggunakan digital dan internet. Sudah dari dulu sebenarnya.

Makanya sekarang kamu beli perangkat radio hardware, kamu bisa mengakses radio online. Kalau di sini belum. Banyak radio yang kemudian beralih saja di streaming, tapi pemancarnya tidak menggunakan jalur internet. Jadi kayak bikin jalur lagi. Sedangkan, paling gampang misalnya di Australia, itu ada. Jadi kamu beli radio, tinggal nyalain aja. Radio digital bisa diakses oleh hardware radio. Itu yang di sini gak ada. Itu soal hardware dan teknologinya.

iPhone yang lama, iPhone 3, itu ada app radionya. Berapa orang yang mendengarkan, itu tinggal marketing radionya. Tapi orang pasti memilih mendengarkan pakai gawai daripada pakai radio itu. Tapi ini pertanyaan yang gak bisa diajukan misalnya di Eropa. Karena di sana orang beli radio udah bisa akses radio online. Jadi mereka dengerinnya di radio aja. Bisa NTS juga ada. NTS juga membeli… apa istilahnya, digital air. Jadi kamu dapat gelombangnya.

Hoppla

Soalnya beberapa yang aku wawancara, Norm, kemudian Ruru Radio listener-nya dikit. Berarti karena teknologinya itu belum memadai juga ya di sini, mungkin.

Wok the Rock

Mungkin iya. Tapi soal itu, udah lupakan lah ya. Karena toh orang juga mungkin bikin itu mahal, dan orang udah pakai gawai. Orang sekarang malas aja buka browser. Karena masih pake browser semua, kan. Menurutku, radio-radio online seperti Norm atau Ruru Radio, mereka [sebaiknya] mendaftarkan ke app-app radio kayak iRadio. Daftarkan aja ke sana. Aplikasi-aplikasi radio itu, lho. Karena app dia. Kecuali kamu punya duit lebih untuk bikin app sendiri kayak NTS. Gak banyak soalnya aku cek.

Anak-anak itu belum ndaftarin ke app radio gitu. Karena… udah gak tahu ya, apakah itu populer app radio di sini. Tapi ya, balik lagi ke marketing sih. Kalau marketing-mu bagus, orang pasti dengerin. Karena pilihannya pasti milih streaming. Aku kemarin juga ada beberapa temen di sini pengen bikin online radio. “Gimana Mas, bikin yuk Mas. Enakan bikin website, apa gimana?” terus aku bilang, YouTube aja kalau pengen banyak yang dengerin. Karena itu yang paling populer. Kayak Musica kan bikin kayak gitu. Dewa 19 full album. Pop 90s, dari pagi sampai pagi lagi. Kayak gitu lah. Dan kalau yang nonton puluhan ribu, ya YouTube aja. Karena orang Indonesia bukan orang-orang pencipta teknologi, kan. Yang populer yang digunakan aja. Kecuali kamu punya mentalitas bisa membuat teknologi dan mempopulerkannya. Pertanyaannya kan ada dua.

Hoppla

Yo wes, kalau dari aku sudah cukup. Terima kasih banyak, Mas Wowok.

2560 1440 Anggraeni Widhiasih
Ketik di sini ...

Preferensi Privasi

Ketika Anda mengunjungi situs web kami, informasi mungkin disimpan melalui peramban Anda dari layanan tertentu, biasanya dalam bentuk cookie. Di sini Anda dapat mengubah preferensi Privasi Anda. Perlu dicatat bahwa memblokir beberapa jenis cookie dapat mempengaruhi pengalaman Anda di situs web kami dan layanan yang dapat kami tawarkan.

Untuk alasan kinerja dan keamanan, kami menggunakan Cloudflare
required

Situs web kami menggunakan cookie, terutama dari layanan pihak ketiga. Tentukan Preferensi Privasi Anda dan/atau setujui penggunaan cookie oleh kami.