Palmer Keen (Aural Archipelago)

Narasumber: Palmer Keen (Aural Archipelago)
Waktu Wawancara:
28 Januari 2023
Lokasi: Zoom Online Meeting
Tautan Karya Terkait:

Hoppla

Bisa ceritakan awal berdirinya Aural Archipelago?

Aural Archipelago

Oke. Nama saya Palmer Keen. Saya dari Amerika Serikat. Tapi dari 2012 sampai tahun 2022 saya tinggal di Indonesia. Di beberapa kota. Dan mulai 2014 saya bikin proyek namanya Aural Archipelago, yang awalnya berbentuk, ya bisa dibilang blog.

Latar belakang saya sebenarnya bukan musik. Saya dulu jurusan sastra. Waktu saya kuliah di Amerika. Tapi kebetulan waktu kuliah di California saya pernah mengikuti ada kursus gamelan di sana. Dan saya pernah belajar gamelan Sunda dan gamelan Bali. Dan pada waktu itu saya bisa bilang saya jatuh cinta dengan musik tradisional Indonesia, khususnya gamelan. Makanya saya pindah dari Amerika ke Indonesia untuk belajar lagi. Dan juga untuk kerja.

Karena saya kerja sebagai guru bahasa Inggris. Jadi ya sambil ngajar pada waktu itu, kalau saya ada waktu luang, saya mulai keluar dari kota. Waktu itu saya tinggal di Bandung. Saya keluar dari kota. Terus tanya-tanya sama warga tentang kesenian tradisional yang ada di daerahnya. Saya mulai bikin field recording. Bikin rekaman. Tapi, waktu itu belum ada tujuannya. Cuman kayak hobi saja. Suka bikin rekaman. Suka bikin kaya semacam arsip pribadi. Tapi akhirnya setelah saya punya cukup banyak rekaman yang menarik. Saya bikin blognya “Aural Archipelago”.

Hoppla

Aural Archipelago.

Aural Archipelago

Iya. Dan itu nama yang agak susah. Bukan cuma buat orang Indonesia. Tapi juga buat orang yang native speaker. Aural Archipelago itu kepulauan. Aural itu dari konsep audio.

Jadi kalau video itu ada visual. Kata sifatnya audio itu aural. Sesuatu yang bisa didengar. Jadi itu konsep awalnya sebenarnya nggak cuma ke dokumentasi musik tradisional. Tapi semua rekaman.

Kalau awalnya saya mau fokus ke field recording. Jadi audio saja. Tapi setelah saya bikin blog itu. Terus berkembang dari tahun ke tahun. Terus akhirnya saya lebih fokus juga ke video. Dan kepenelitian yang lebih, bisa bilang lebih lengkap. Lebih dalam juga karena awalnya cuma sebagai field recording saja. Saya nggak begitu paham tentang etnomusikologi itu apa? atau field work itu apa?

Hoppla

Soundscape juga termasuk sebenarnya. Tapi pemicu untuk proyek ini sebenarnya apa? Ketertarikan sama Nusantara. Kenapa milih Nusantara gitu? Dan apa yang kamu cari di dalam dokumentasi itu?

Aural Archipelago

Sebenarnya saya pilih Indonesia itu agak sembarangan. Awalnya saya cuma pernah main gamelan. Dan saya mau belajar tentang gamelan. Tapi jujurnya pada waktu itu saya sama sekali nggak tahu tentang musik lain yang exist di Indonesia. Saya nggak tahu tentang geografinya. Ini ada pulau Borneo.

Hoppla

Ternyata banyak ya?.

Aural Archipelago

Ternyata banyak. Dan saya untung sekali. Karena saya benar-benar waktu itu saya benar-benar tidak tahu. Saya cuma tahu saya suka gamelan. Mau belajar gamelan. Dan untungnya setelah saya sudah di Indonesia, di Bandung. Setelah beberapa bulan belajar sedikit tentang musik daerah, musik Sunda. Saya mulai sadar, wah ternyata gamelan itu cuma mungkin 1% dari semua musik yang exist di Indonesia.

Dan di Jawa Barat saja itu kan sudah sangat beragam. Saya mulai belajar. Wah, ternyata di Jawa Barat sendiri karena waktu itu saya di Bandung, hampir setiap kecamatan, hampir setiap desa punya seni tradisional yang khas. Susahnya kalau cari informasi tentang tradisi-tradisi itu, hampir tidak ada pada waktu itu di internet. Itu emang kebiasaan saya karena saya anak internet. Kalau saya mau cari informasi, saya selalu cari pakai Google, pakai kata kunci seni ini. Hampir tidak ada. Dan waktu itu juga kalau cari di Youtube, hampir tidak ada video. Jadi saya mulai pikir juga, wah ini, gamelan sebenarnya sangat lengkap dokumentasinya. Itu sejarah dokumentasi tradisi-tradisi gamelan itu sudah sangat lama. Sudah 100 tahun era Musikolog, dan lain-lain sudah ke Indonesia untuk meneliti dan mendokumentasikan tradisi-tradisi gamelan.

Tapi kesenian selain gamelan, itu selalu dipinggirkan atau dihilangkan. Jadi saya mulai fokus ke seni-seni itu yang selain gamelan. Waktu itu ada seni kerinding, kerinding celempungan itu mulai muncul di Bandung. Jadi saya mulai fokus ke sana. Jadi seperti itu.

Hoppla

Karena seni tradisional itu kan banyak pakemnya. Belum lagi yang buat ritual, belum lagi yang buat tarian, belum lagi buat yang ini, itu. Jadi sebenarnya itu salah satu pemicunya yang harus kamu buat, dan akhirnya kamu ingin buat dokumentasi itu ya? Terus sosial media itu punya pengaruh apa dalam riset ini?

Aural Archipelago

Ya, itu menarik. Karena awalnya saya bikin Aural Archipelago sebagai blog saja. Bisa bilang itu kayak zaman, bukan pra-sosmed, tapi kayak Facebook itu belum begitu rame di Indonesia. YouTube itu belum begitu rame. Jadi pada waktu itu kalau saya cari informasi ya dengan blog-blog.

Tapi akhirnya YouTube itu mulai popular, dan saya mulai juga cari informasi di YouTube. Maksudnya kalau saya ke daerah baru, seperti saya mau ke Sumatera Selatan contohnya. Saya akan cari di YouTube. Terus dari YouTube saya bisa dapat feeling bagaimana situasinya sekarang di lapangan. Masih ada seni apa yang masih hidup?

Saya pakai sosial media. Ya, mungkin ada dua cara saya pakai sosial media. Yang pertama untuk penelitian awal. Jadi saya cari di YouTube, ini bagaimana situasinya sekarang? Ada berapa orang yang upload video? Kalau ada banyak video, maksudnya seni ini masih cukup bisa bilang sehat. Masih banyak yang main. Kalau tidak ada video, maksudnya mungkin sudah punah atau jarang dimainkan. Jadi itu awalnya sebagai research tools.

Tapi juga setelah saya ke temannya dan bikin rekaman, bikin video, saya mulai pakai sosial media sebagai media untuk sharing kontennya. Jadi tidak lama setelah saya bikin blog, saya bikin Facebook page.

Facebook page Aural Archipelago itu mulai rame sekali juga. Dari 2015 sampai 2017, Facebook itu rame banget. Tidak cuma di Indonesia, tapi itu kayak golden age Facebook. Jadi pada waktu itu saya lebih sering sharing di Facebook daripada YouTube atau Instagram.

Hoppla

Aksesnya lebih luas ya?

Aural Archipelago

Iya, aksesnya luas. Dan waktu itu banyak yang sharing video. Dan mungkin algoritmanya juga waktu itu lebih ke video. Dan kalau video itu di-sharing, itu cepat jadi viral. Saya waktu itu banyak video yang saya sharing di Facebook jadi viral di platform itu.

Hoppla

Jadi intinya kenapa lo memilih dokumentasi di internet kalau boleh dirangkum dari semuanya?

Aural Archipelago

Ya mungkin bisa bilang gimana ya. Karena salah satu prinsip saya itu media dan seni itu harusnya terjangkau untuk umum. Apalagi kalau saya lihat dari perspektif etnomusikologi. Walau sebenarnya saya bukan akademik, tapi saya lihat dari perspektif itu juga. Tradisinya di dunia etnomusikologi sudah lebih dari 100 tahun ada tradisi bikin rekaman, penelitian di lapangan. Tapi itu hasil dari penelitian itu biasanya disimpan di arsip saja. Di perpustakaan, di arsip yang fisik, bukan di internet. Dan buat saya itu agak nggak adil. Karena buat saya mungkin sebagai anak internet.

Jadi buat saya itu yang utama itu semuanya harusnya terjangkau. Bukan cuma, karena buat saya itu dari terjangkaunya itu positif untuk semuanya. Untuk komunitasnya mereka bisa lebih tahu tentang seni mereka sendiri. Terus dunia luar bisa lebih tahu tentang musik-musik dan seni-seni yang ada di Indonesia. Jadi itu buat saya positif dari [segi] terjangkaunya.

Apalagi pada zaman mungkin 10 tahun ini yang saya bikin Aural Archipelago di Indonesia, itu zaman yang luar biasa. Karena waktu saya mulai proyek ini, waktu saya pindah ke Indonesia, hampir tidak ada yang punya smartphone, orang-orang belum pakai Youtube. Kan masih zaman Blackberry itu. Iya, benar. Tapi selama 10 tahun ini kan itu luar biasa revolusi internet di Indonesia. Sampai sekarang hampir semuanya kan punya smartphone. Saya sering masuk ke pelosok, ke desa-desa.

Pertama-tama sudah punya Android. Bikin konten. Dan itu mulainya mungkin orang-orang punya smartphone, terus bisa akses konten. Tapi sekarang juga banyak banget yang sudah bikin konten juga. Dan itu buat saya luar biasa. Karena itu semuanya yang di-upload ke Youtube, ke SoundCloud, ke Instagram, itu gratis, terjangkau, semuanya bisa akses.

Hoppla

Mungkin dulu kalau ada TikTok lebih cepat kali ya?

Aural Archipelago

Iya, betul.

Tapi itu menarik karena hampir setiap platform ada, bukan pro dan kontra, ada platform yang lebih cocok untuk sharing konten yang berbasis musik buat saya. Karena Youtube kan ada audio, ada visual. Kalau Instagram, kalau awalnya Instagram lebih ke foto-foto. Jadi itu buat saya awalnya Instagram itu nggak cocok untuk sharing konten seperti yang saya bikin, yang lebih ke aural, yang lebih ke audio. Akhirnya TikTok juga kan, sering ada konten yang cepat jadi viral, tapi juga nggak cocok untuk sharing konten yang lebih panjang. Lebih panjang dari 10 detik.

Hoppla

Oke Mas, apa halangannya dalam dokumentasi di internet? Dalam prosesnya itu ada halangan nggak? Dalam mendokumentasikan di internet?.

Aural Archipelago

Ya ada. Itu tergantung kita bicara tentang fase apa di proyek saya. Karena kan proyeknya itu ada fase di mana saya di lapangan bikin rekaman, bikin dokumentasi. Terus ada fase dimana saya editing. Terus ada fase dimana saya posting ke platform.

Hoppla

Ini lebih ke saat pendokumentasi di internet.

Aural Archipelago

Oke, jadi saat di internet ya?

Hoppla

Ya, pendokumentasi saat di internet.

Aural Archipelago

Sebenarnya ada. Dan yang paling susah itu ketika itu saya punya platform di Facebook. Kan saya tadi cerita kalau awalnya itu platform yang di Facebook itu yang paling rame. Aural Archipelago. Saya ada lebih dari 20 ribu follower di page itu. Jauh lebih dari yang saya dapat di YouTube, Instagram, atau di website-nya. Kalau website-nya, saya biasanya fokus ke website saya sendiri karena saya bisa kontrol semua aspek. Saya punya domain-nya, saya bisa milih apa yang di-upload, dan bagaimana itu di-sharing. Tapi kalau saya pakai platform yang lain kayak Facebook, ada beberapa faktor yang out of my control. Jadi akhirnya saya punya Facebook page itu yang rame sekali.

Akhirnya banyak yang kira proyek Aural Archipelago itu proyek yang hanya exist di Facebook. Kalau saya ketemu orang, mereka bilang, Aural Archipelago ini di Facebook ya? Saya bilang, ya ada di Facebook, tapi juga ada website-nya, ada social media. Tapi ya itu akhirnya yang di Facebook itu sudah tidak kenal. Tapi tahun 2018 mungkin, saya harus cari. Pagenya dihapus oleh Facebook.

Dan waktu itu saya, kalau ada page yang dihapus oleh Facebook itu bisa protes ke Facebook. Oh protes. Ini jangan dihapus, atau bisa minta penjelasan kenapa page-nya dihapus. Dan ternyata Facebook kan ada sistem di mana mereka selalu cari konten yang seperti spam, atau konten yang bahaya. Dan Aural Archipelago itu di-tag sebagai platform spam. Itu ironis. Karena semua konten yang saya upload ke page-nya itu saya bikin sendiri. 100% videonya. Dan saya kan nggak jual apa-apa.

Hoppla

Iya, dianggap bahaya ya?.

Aural Archipelago

Iya, dianggap bahaya. Dan mungkin karena saya, kan di Facebook, saya posting video ke page-nya. Terus setelah posting ke page, saya juga sharing ke beberapa Facebook group. Jadi ada Facebook group untuk society of ethnomusicology. Saya kirim ke sana. Terus saya sharing ke grup alat musik. Saya sharing ke sana. Dan mungkin pada waktu itu saya kirim ke grup itu terlalu cepat. Akhirnya Facebook kira, wah ini spammer. Kalau sebenarnya saya cuma sharing konten. Tapi akhirnya pagenya dihapus total. Sampai tidak ada lagi. Dan saya protes, akhirnya saya dapat lagi, saya bisa buka lagi. Tapi dihapus lagi.

Hoppla

Data-data yang pernah ter-upload di Facebook itu ada backup-nya?

Aural Archipelago

Untungnya semuanya itu sebenarnya bukan yang ori. Dan itu video. Dan hampir semuanya saya juga upload ke YouTube. Dan video yang ada di website-nya itu video yang saya upload ke YouTube. Jadi sebenarnya semuanya ada di YouTube. Tapi itu susah karena itu sudah seperti komunitas. Itu page, tapi semuanya sudah kenal page Aural Archipelago. Dan setelah page itu dihapus, banyak yang kira Aural Archipelago itu sudah tidak ada lagi.

Hoppla

Padahal masih ada, cuma di platform lain.

Aural Archipelago

Ya, itu masalahnya. Dan saya mulai sadar waktu itu, wah ini sebenarnya agak apa ya, kalau saya mau bikin proyek yang sustainable, saya harus sadar walau platform media sosial itu gak permanen juga. gak cuma di Facebook. Tapi YouTube, itu bisa jadi di YouTube juga. Siapa tahu kanal YouTube saya bisa dihapus, atau Instagramnya.

Hoppla

Dan ini bukan pertama kali, kan? Kasus-kasus kayak gini kan banyak. MySpace dihapus dulu kan. Friendster juga dihapus. Banyak yang dihapus-hapus juga. Benar sih. Sadar itu ya, harusnya gak cuma satu tempat yang menaruh.

Apa infrastruktur yang penting, yang dibangun infrastruktur yang penting dalam dokumentasi atau? Infrastruktur yang penting dibangun dalam pendokumentasi etno dalam aural.

Aural Archipelago

Aural Archipelago itu agak aneh. Karena saya orang yang sangat, saya agak individualis. Jadi hampir semuanya saya lakukan dengan Aural Archipelago itu satu orang saja, itu saya sendiri. Jadi saya enggak pernah bikin semacam NGO, enggak pernah ada tim.

Itu semuanya saya melakukan sendiri. Kadang-kadang saya ada partner, kadang-kadang ada teman yang ikut, atau ada yang bantu untuk videonya, atau saya collab, kadang-kadang saya ada collab dengan konten, bisa bilang konten kreator yang lain. Tapi hampir semuanya itu saya sendiri. Jadi infrastrukturnya gimana?

Hoppla

Hampir semua sendiri ya? Iya. Tapi tidak ada campur tangan, tidak ada bantuan, memang semua sendiri berarti ya?

Aural Archipelago

Iya. Kadang-kadang saya ikut proyek lain, seperti saya pernah collab dengan dinas kebudayaan di daerah di Maluku Utara, saya pernah diajak ke festival Teluk Jailolo di Halmahera untuk bikin video. Tapi itu agak jarang, saya ikut proyek yang lebih resmi atau lebih formal. Biasanya, kadang-kadang saya collab dengan teman, teman saya Gigi di Bandung, saya collab dengan dia. Biasanya dengan orang-orang lain yang sejiwa atau yang punya proyek yang mirip.

Hoppla

Pernah residensi juga kan? Di Lapuak-Lapuak sama Albert ya?

Aural Archipelago

Oh iya, betul. Pernah kan? Iya. Soalnya Albert yang cerita.. Itu juga murni karya sendiri ya?

Tidak ada kolaborasi dengan warga setempat atau gimana?

Aural Archipelago

Iya, proyek itu cukup menarik dan cukup beda dari pengalaman-pengalaman lain. Karena waktu itu proyeknya yang Albert bikin itu multidisipliner. Jadi dia ajak beberapa seniman dari beberapa disiplin. Dan akhirnya saya dianggap sebagai seniman. Ya, kan residensi itu buat seniman. Akhirnya saya harus pura-pura jadi seniman. Walaupun sebenarnya saya lebih, dalam pikiran saya, saya bukan seniman, tapi lebih ke peneliti atau etnomusikologis, tapi bukan seniman.

Tapi akhirnya saya waktu itu bikin karya dalam bentuk field recording, rekaman.

Hoppla

Ada judulnya? Judul karyanya apa?

Aural Archipelago

Oh, my God. I forgot. Lama sekali.

Hoopla

Nanti saya cari di web-nya, Albert.

Aural Archipelago

Ya, nanti saya bisa cari juga, saya lupa. Oh, kayaknya ada sound of Silek. Karena waktu itu kan proyeknya fokus ke tradisi Silek. Silat yang ada di Sumatera Barat. Dan saya fokus ke sound of Silek. Jadi aspek-aspek aural, audio. Jadi saya rekam beberapa macam musik yang dimainkan untuk mengiringi silek. Jadi itu dalam bentuk field recording.

Hoppla

Silek adalah salah satu tradisional silat di sana ya? Benar-benar. Ini jadi ada pertanyaan juga nih, Mas. Kamu ada juga nggak mengarsipkan secara fisik yang kamu dokumentasikan di internet? Ada nggak?

Aural Archipelago

Ya, itu pertanyaan yang penting ya. Karena itu, apalagi setelah page Facebook itu dihapus, saya mulai sadar juga. Untungnya itu, seperti saya bilang, tidak ada yang hilang sebenarnya. Karena sudah di-upload ke YouTube juga. Tapi saya, dari awalnya sampai sekarang, saya sadar, wah ini sebenarnya saya juga harus fokus ke arsip yang fisik. Walau sebenarnya saya anak internet, saya suka upload semuanya ke cloud, ke YouTube, atau ke platform yang digital. Saya sadar bahwa digital itu nggak selalu permanen juga kan. Jadi itu nggak 100% aman.

Dan saya pernah ada data yang hilang ketika mungkin saya ada external hard drive yang jadi rusak. Jadi saya beberapa tahun ini, apalagi tahun lalu, sebelum saya pindah ke Vietnam, saya fokus ke inventory semua data saya yang ada di hard drive yang dalam bentuk fisik. Karena itu kan, kalau itu hilang, atau ada error, itu sangat kacau. Dan itu pernah terjadi.

Jadi tahun lalu saya mulai untuk inventory dan backup. Semua data yang saya punya, itu dari rekaman sampai video, foto, ada catatan juga yang ada di dalam bentuk notebook. Semua itu saya backup ke beberapa hard disk. Dan saya taruh satu di rumah di Jogja, saya bawa satu ke sini, ke Vietnam. Dan saya juga harus pikir lagi gimana ke depan data-data ini bisa disimpan dengan baik.

Hoppla

Jadi fisik dan internet mana yang penting? Atau dua-duanya penting?

Aural Archipelago

Dua-duanya penting sih. Tapi buat saya internet pasti lebih penting. Karena itu yang, kan saya bilang, prinsip saya itu semuanya harus terjangkau. Dan internet kan itu platform yang dibuka untuk umum. Kalau yang fisik ya itu cuma saya yang bisa akses. Jadi ya itu yang paling penting, itu yang di internet.

Hoppla

Mas, melihat kemungkinan internet kedepannya, untuk sebuah database atau pendokumentasian itu bagaimana?

Aural Archipelago

Iya. Itu menarik sih. Karena itu makin banyak orang Indonesia bikin kanal Youtube,

bikin kanal TikTok, Facebook, Instagram. Semua mulai rame. Tapi agak tidak ada pusatnya. Kalau saya bicara tentang dokumentasi musik tradisional. Tidak ada pusatnya. Jadi saya kira mungkin ke depan bisa ada proyek yang mirip Aural Archipelago, tapi bukan buatan saya. Buatan orang Indonesia atau buatan pemerintah. Karena sebenarnya, ya kan, saya bukan orang Indonesia. Seni-seni ini bukan milik saya. Jadi mungkin harapan saya ke depan bisa ada semacam platform yang lebih sentralisasi. Platform di mana video atau rekaman atau data apa pun bisa di-upload, terus dibagi di satu platform. Menurut saya, pemerintah Indonesia pernah coba bikin platform macam itu, tapi tidak laku.

Hoppla

Apa namanya?

Aural Archipelago

Apa ya? Saya pernah ketemu sih. Ada beberapa inisiatif, tapi itu kurang sukses.

Hoppla

Jadi, menurut mas, pendokumentasi internet yang baik itu seperti apa? Dan kalau ada contohnya itu siapa?

Aural Archipelago

Nah ini menarik, karena sekarang kan ada ribuan, 9 jutaan content creator. Apalagi di Youtube. Youtube itu yang saya lihat itu rame sekali. Nah ini khususnya musik, bukan TikTok. Dan ada ribuan, tapi buat saya, walau sebenarnya itu mantap, saya selalu senang melihat makin banyak konten yang tentang musik tradisional atau yang bagi video di komunitas-komunitas seni di seluruh Indonesia itu, kualitas media itu nggak selalu bagus. Mungkin karena syuting pakai kamera HP, atau mungkin karena kualitas audionya kurang.

Jadi, saya senang melihat kontennya makin banyak, tapi bisa dibilang tingkat kualitas itu nggak maksimum.

Tapi mungkin ke depan kamera HP makin canggih, mikrofon di HP makin canggih, mungkin kualitasnya akan makin tinggi juga. Dan selain media-nya saja, selain video, rekaman, buat saya sih yang penting juga itu ada informasinya, ada konteksnya. Makanya awalnya saya bikin blog, bukan Youtube saja. Karena di blog itu ada artikel, ada konteksnya. Karena sebagai etnomusikologis amatir, musik itu eksis dalam konteks budaya.

Dan kalau kita cuma dengar, tapi nggak tahu ceritanya, nggak tahu konteksnya apa? Itu bisa dibilang kurang.

Hoppla

Makanya buat kamu peran teks itu penting. Deskripsi, atau detail-detail yang harus orang tahu dari narasinya, atau fungsi dari elemen musik tradisional ini. Itu penting buat kamu, nggak cuma sekedar mendokumentasikan.

Aural Archipelago

Dan itu buat saya yang sangat kurang di platformplatform kayak Youtube, Instagram, TikTok. Karena emang ada banyak konten, tapi jarang ada informasinya, ada konteksnya, dalam deskripsinya. Ruang itu yang ada di deskripsi itu jarang dipakai, walaupun itu sangat berguna juga untuk kasih konteksnya, untuk memberi kredit kepada senimannya, ini nama pemainnya siapa.

Hoppla

Betul. Itu jarang.

Aural Archipelago

Jarang sekali. Dan saya selalu berhati-hati untuk, saya selalu memberi kredit, ini nama pemainnya siapa, yang main gong ini siapa namanya, yang main kendang ini siapa namanya. Itu kan sangat penting dalam seni itu. Nama senimannya di kredit.

Hoppla

Belum lagi yang aku lihat kan ada instrumen-instrumen yang DIY mereka buat sendiri gitu, itu kan ada nama-nama yang dari mereka sendiri, kreditnya juga dicatat dengan baik.

Aural Archipelago

Iya, ya.

Hoppla

Ini sangat cukup menarik, mas ya perbincangan kita atau mungkin dari mas ada tambahan nggak tentang konsep-konsep Aural Archipelago kedepan lagi, tentunya dengan bersinggungan dengan pendokumentasi internet ini? Ada nggak lagi?

Aural Archipelago

Ya, saya coba untuk semangat saja untuk bagi konten video posting ke depan. Karena ini beberapa tahun ini, saya dalam zaman COVID ini agak malas bikin posting. Tapi saya ada arsip yang belum di-posting ada banyak banget. Karena 2 tahun lalu saya, 6 bulan saya keliling Indonesia, dari Lombok sampai Sumatera, sampai Jawa Barat. Saya ada banyak rekaman, banyak konten yang saya belum sempat share.

Jadi saya semangat saja untuk tetap sharing, dan tetap bikin link dengan orang-orang lain yang bikin konten seperti ini. Dan saya semangat juga untuk lihat perkembangan proyek-proyek lain yang mirip proyek saya yang dibikin orang Indonesia sendiri.

Hoppla

Oke. Dan kalau bisa memicu untuk orang-orang membuat yang sama, terutama yang dari Indonesia, sejenis ini untuk mendokumentasikan ini ya.

Aural Archipelago

Dan nggak cuma, mungkin yang paling accessible itu video. Sekarang kan semuanya sudah sangat biasa bikin video, terus upload ke YouTube atau ke Instagram. Tapi yang penting buat saya juga itu, saya mau lebih banyak orang mulai sadar bahwa itu proses, bisa bilang penelitian, itu juga sesuatu yang penting. Dan sebenarnya siapapun bisa jadi peneliti.

Itu sesuatu yang saya itu penting. Kayaknya itu sudah biasa, semuanya tahu, semuanya bisa jadi pencipta konten, semuanya bisa jadi videografer. Tapi sepertinya masih ada banyak yang malu jadi peneliti, atau bikin penelitian, atau bikin wawancara sama seniman, atau cari informasi. Dan saya kira ke depan mudah-mudahan orang muda di Indonesia itu bisa mulai sadar bahwa, saya juga bisa jadi peneliti, bisa jadi etnomusikologis, bisa nggak cuman ke bikin konten, bikin video, bikin rekaman, tapi juga untuk penelitiannya. Karena seperti saya bilang, informasi itu juga sangat penting.

Hoppla

Dan kalau bisa dijangkau dengan luas.

Aural Archipelago

Iya, terjangkau.

Hoppla

Oke Mas Palmer, aku rasa sudah menjawab semua pembicaraan kita ini. Menarik ya, menarik banget. Dan aku juga akhirnya bisa ngobrol sama kamu, juga baru di sini, padahal sudah lama mantau. Lama banget. Dan selalu missed untuk ketemu secara fisik juga. Belum saatnya, kayaknya.

Aural Archipelago

Iya, nanti tahun ini saya akan balik ke Indonesia. Dari bulan Mei sampai Agustus, saya akan keliling lagi untuk Aural Archipelago.

1600 1111 Anggraeni Widhiasih
Ketik di sini ...

Preferensi Privasi

Ketika Anda mengunjungi situs web kami, informasi mungkin disimpan melalui peramban Anda dari layanan tertentu, biasanya dalam bentuk cookie. Di sini Anda dapat mengubah preferensi Privasi Anda. Perlu dicatat bahwa memblokir beberapa jenis cookie dapat mempengaruhi pengalaman Anda di situs web kami dan layanan yang dapat kami tawarkan.

Untuk alasan kinerja dan keamanan, kami menggunakan Cloudflare
required

Situs web kami menggunakan cookie, terutama dari layanan pihak ketiga. Tentukan Preferensi Privasi Anda dan/atau setujui penggunaan cookie oleh kami.