Teknologi NFT merupakan fitur sertifikat digital yang terenkripsi di dalam teknologi blockchain. Dalam praktiknya, hal ini bisa digunakan untuk banyak hal, termasuk memperdagangkan aset digital berupa karya seniman. NFT berkembang cukup pesat pada 2017 dalam beberapa forum dan kolektif digital yang tersebar pada banyak marketplace. Namun, banyak sekali sertifikat digital dan bahkan karya yang lahir pada periode tersebut kini telah defunct setelah kontrak dalam blockchain-nya tidak lagi diakses oleh para kreator. Pasalnya, untuk melakukan minting atau mencetak karya ke kontrak digital dalam blockchain, diperlukan pengetahuan dan kemampuan mengolah kontrak secara manual.
Para seniman digital di Indonesia mulai banyak mengadaptasi teknologi blockchain setelah NFT mulai terpusat pada marketplace yang menggunakan kontrak praktis. Salah satu marketplace karya dengan edisi tunggal, SuperRare, jadi salah satu platform yang kala itu mendapat perhatian signifikan secara global. Ada dua seniman digital di Indonesia yang cukup signifikan lahir pada era ini, yakni Izzy (Yudhistira Israel) dan Suryanto yang sempat menjadi kreator awal dan menembus kurasi platform tersebut.
Izzy lebih signifikan menawarkan karya berbasis 3D dengan nuansa cyberpunk sementara Suryanto menawarkan gaya lukisan ekspresionisme. Keduanya masih sangat aktif berkarya, meski secara volume penjualan kini lebih banyak seniman lain yang berhasil merebut hati kolektor digital. Sebut saja Diela Maharanie, Arya Mularama (gogoporen), dan Ykha Amelz yang karya-karyanya menghiasi banyak hajatan besar seperti NFT NYC di New York hingga konstan memproduksi karya yang selalu laku diburu para kolektor.
Selain para seniman, NFT juga punya kultur komunitas yang kuat karena prinsip utilitas dan autentikasinya. Budaya PFP (proof of picture), misalnya, membuat para kreator berkolaborasi dengan organisasi membuat rangkaian komunitas berbasis ekonomi, di mana selain menghadirkan karya generatif, para pemilik karya tersebut bisa menggunakannya sebagai profile picture dan mudah diidentifikasi untuk mendapat benefit tertentu. Kultur ini populer sejak koleksi Bored Ape Yacht Club dihargai sangat tinggi oleh para kolektor, yang beberapa merupakan artis global seperti para rapper hingga miliarder terkenal.
Di Indonesia, juga banyak proyek PFP orisinal yang berhasil meraih perhatian seperti Karafuru (diinisiasi oleh Jejouw dengan artis WD Willy), Superlative (artis Arief Witjaksana dan kolektif), Mindblowon (IP Tahilalats) atau koleksi IP lain seperti Si Juki yang telah dikenal oleh banyak orang. Seakan tidak mau ketinggalan tren, mereka ikut menginisiasi proyek NFT semacam ini dengan menelurkan ribuan item koleksi sekaligus ketika launching.
Sejak pasar kripto mengalami kemunduran pada 2021, banyak juga dari proyek ini yang nilainya turun drastis. Tapi, beberapa masih bertahan dan gencar mengadakan aktivitas seperti membuat live event hingga memutar dana mereka untuk diinisiasi bersama komunitas secara DAO (decentralized autonomous organization). Sayangnya, secara teknis belum ada kolektif atau proyek NFT di Indonesia yang secara harfiah menggunakan kontrak dalam blockchain untuk menjalankan DAO yang sering kali mereka gembar-gemborkan ketika memasarkan koleksinya.