Hoppla
Bagaimana awalnya ketertarikan masuk menggabungkan atau menggunakan coding sebagai bagian dari seni?
Iyok
Minat saya terhadap pemrograman sama sekali bukan hal baru; sejak dini, saya sudah tertarik dengan bidang ini. Menurut pendapat saya, pemrograman tidak memerlukan alat atau peralatan fisik tertentu kita harus beli – semuanya didasarkan pada pengkodean. Sebagai contoh, jika Anda ingin melukis, Anda mungkin perlu membeli kanvas, tetapi dalam pemrograman, segala jenis kreasi dapat dihasilkan hanya melalui komputer, jadi kita tidak perlu menghabiskan uang untuk membuat sesuatu; semuanya berbasis perangkat lunak.
Ini menjadikan bidang ini semakin mudah diakses. Saya juga mulai lebih mendalami konsep open source. Dalam dunia open source, semakin banyak orang dapat berkontribusi dalam berbagai proyek. Kontribusi tidak hanya terbatas pada satu area – open source memungkinkan untuk berkolaborasi dalam banyak bidang, mulai dari teknologi hingga bahkan perabotan, karena sekarang sudah ada open source untuk itu.
Jadi, faktor inklusivitas dan kemudahan akses ini menjadi alasan utama saya tertarik dengan pemrograman.
Hoppla
Kalau open source itu framework-nya? itu kan semuanya kita bisa akses dan modifikasi kan? apakah kemudian yang kita modifikasi itu bisa kita anggap sebagai kode milik kita atau kita melakukan atribusi juga ?
Iyok
Sebenarnya, hal tersebut sangat bergantung pada jenis lisensinya, yang ditentukan oleh pembuat open source tersebut. Ada berbagai jenis lisensi, seperti GPL (General Public License) dan Creative Commons. Beberapa open source bahkan dapat masuk ke dalam kategori public domain, yang menyangkut tentang kepemilikan intelektual.
Akhirnya, semuanya tergantung pada penulis atau pembuatnya, karena mereka yang menentukan lisensi apa yang akan mereka terapkan, apakah penggunaan lisensi tersebut harus menyertakan sumber atau tidak. Jadi, itulah yang menjadi detail dari lisensi tersebut.
Hoppla
Sebenernya menarik ya karena praktiknya menggabungkan. Aku kuliahnya dulu komputer juga. Cuman banyak nguap gitu dan yang aku lihat kan sebenernya ada mentalitas yang berbeda gitu antara seniman dan programmer. Karena kalau programmer kan sangat terbuka gitu dengan source, dengan kode, dengan apa gitu bisa apa-apa pake. Kalau seniman mentalitasnya beda sangat tertutup, sangat eksklusif gitu dalam satu titik.
Iyok
Sejujurnya, tantangan terbesar dalam praktik open source adalah mentalitas. Dibutuhkan mental yang kuat karena mengeksekusi proyek open source tidaklah mudah. Misalnya, ketika saya menciptakan suatu proyek, saya mencantumkan semua atribusi yang diperlukan, apa dasar dari proyek tersebut dan sebagainya. Tetapi pada kenyataannya, ada situasi di mana proyek yang saya buat tiba-tiba menjadi milik orang lain. Itu merupakan risiko kerja dalam bidang ini, dan kita harus terus melangkah meski menghadapi rintangan. Sampai saat ini, saya masih mengerjakan proyek open source meski itu cukup menantang.
Misalnya, dalam konteks seni. Karya seniman yang dipamerkan adalah milik mereka, dan itu sangat jelas. Tapi dalam konteks open source, kami mungkin hanya bertindak sebagai perantara. Kami menciptakan suatu karya, tetapi tidak harus secara fisik hadir atau diundang dalam pameran itu. Karya open source kadang hanya dianggap sebagai perantara, dan ini belum sepenuhnya diakui dalam dunia seni. Itulah pengalaman yang saya alami.
Untuk menyeimbangkan ini, saya bekerja dalam bidang teknologi karena menurut saya, hanya industri teknologi yang dapat mendukung dan mendanai pengembangan dalam bidang open source. Tanpa bergelut dalam industri teknologi, ini tidak akan bisa berkelanjutan.
Hoppla
Maksudnya kerja di tech itu di big tech industry?
Iyok
Benar, saya merujuk pada industri teknologi. Kemudian, pengetahuan yang diperoleh dapat dikembalikan ke komunitas open source. Dalam konteks seni, yang kita lihat adalah karya akhir, dan alat atau proses yang digunakan untuk menciptakannya seringkali tidak penting. Namun, dalam open source, lebih dari sekadar penciptaan, ada peran penting dalam memelihara dan mempertahankan perkembangan software. Mungkin teknologi tersebut tidak lagi kompatibel karena sistem operasi telah ditingkatkan.
Dalam situasi seperti itu, kita perlu terus mendukung dan memperbaharui software tersebut sehingga masih bisa digunakan oleh orang lain. Ada harapan terus menerus… Misalnya, seseorang mungkin bertanya mengapa software ini tidak bisa digunakan, dan sebagai penulis, kita perlu menemukan dan memperbaiki masalahnya. Ini mirip dengan layanan yang disediakan untuk barang elektronik. Sama halnya, perangkat lunak juga membutuhkan pemeliharaan dan perbaikan terus menerus.
Hoppla
Kalau yang lo lihat lebih inklusif atau lebih terbuka programmer yang menjadi seniman atau seniman yang jadi programmer?
Iyok
Menurut pandangan saya, apa yang saya anggap sebagai karya mungkin tidak dianggap demikian oleh orang lain, karena mungkin tidak perlu dipamerkan. Namun, tujuan saya cukup sederhana. Jika hal yang telah saya ciptakan dapat memicu karya-karya baru lainnya, maka saya merasa karya tersebut telah berhasil.
Hoppla
Oh dulu belajarnya dari bahasa apa?
Iyok
Pada awalnya, saya belajar dari Bahasa PHP dan MySQL melalui pembuatan website, lalu saya mulai mengenal Arduino dan semakin melebarkan cakupan belajar saya.
Hoppla
Berarti waktu otodidak ya?
Iyok
Iya, otodidak
Hoppla
Tahun berapa?
Iyok
Tahun 2004 mungkin.
Hoppla
Kalau sekarang kan sebenernya gampang ya karena tutorial di mana-mana.
Iyok
Sekarang memang lebih mudah untuk belajar karena tutorial ada di mana-mana. Memang benar bahwa akses ke informasi telah menjadi lebih terbuka dibandingkan masa lalu.
Hoppla
Kalau zaman dulu mungkin aksesnya antara pertemanan atau buku?
Iyok
Dulu, akses ke tutorial mungkin lebih banyak didapat dari lingkaran pertemanan atau melalui buku. Tetapi, sebenarnya tutorial sudah ada sejak dulu, hanya saja sekarang pilihan tutorial lebih beragam dan bahasanya juga lebih mudah dipahami, banyak juga yang berbahasa Indonesia.
Hoppla
kalau karya- karya yang lo eksplorasi dalam menggunakan metode itu apa?
Iyok
Dalam eksplorasi karya saya, yang terpenting adalah membuka jalan untuk karya-karya baru yang sebelumnya mungkin dianggap tidak mungkin. Saya hanya menyediakan dokumentasi dan memastikan bisa dijalankan di semua platform agar akses menjadi lebih terbuka.
Hoppla
Kalau ga salah tahun 2014 itu kan sempat ada Hackington ya disini ya? Itu kan premisnya menarik.
Iyok
Oh yang Hackeria Lab itu?
Hoppla
Iya Itu bisa diceritain tahun segitu dari praktiknya, output-nya, dan prosesnya?
Iyok
Konsep Hackeria Lab yang berdiri pada tahun 2014 merupakan wacana menarik dalam menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Melalui proyek ini, para partisipan diundang untuk menjembatani gap antara disiplin seni dan teknologi, dan menciptakan ruang dialog yang berarti antara kedua bidang tersebut.
Proses ini memang cukup panjang dan kompleks. Setiap partisipan diharapkan untuk membawa perspektif dan pengetahuan unik mereka dari berbagai bidang, dan bersama-sama mereka mencoba untuk memadukan semuanya menjadi satu karya yang kohesif. Dalam situasi seperti ini, tantangan utamanya adalah bagaimana menjaga agar setiap disiplin tetap mendapatkan representasi yang adil dan mengekspresikan diri mereka dengan cara yang benar.
Salah satu aspek yang paling penting dan menarik dari Hackeria Lab adalah pertukaran ide dan dialog antar disiplin. Di sinilah banyak inovasi dan pemikiran kreatif terjadi.
Hoppla
Mas kan pake Arduino nih. Udah sempet bikin apa aja tuh pake Arduino?
Iyok
Arduino tuh aku bikin synthesizer Itu kolaborasi juga sih Namanya Equip mixtape Itu pake Arduino.
Hoppla
Untuk si proyek-proyek yang di Arduino ini ada ga yang sama mas? Mungkin kalau yang synthesizer ini produksikah atau?
Iyok
Terkait proyek Arduino, tiga-tahun yang lalu, saya melakukan eksperimen bagaimana saya bisa hidup dari open source. Mungkin itu empat tahun yang lalu.. Eh tidak, mungkin sekitar enam tahun lalu. Selama tiga tahun, saya mencoba cari cara untuk hidup dari open source, dari semua toolchain yang saya buat, dari dukungan Patreon, dari penjualan synthesizer, dan mencoba berbagai eksperimen lain. Namun, tanpa pendanaan, saya akhirnya harus berhenti karena itu tidak sustainable. Dari sana, saya pindah dan bekerja di startup tech. Hingga saat ini, saya masih memelihara software open source saya meskipun situasi finansial saya sudah berbeda.
Hoppla
Yang synthesizer nya tuh fisik apa modul plugin gitu?
Iyok
Synthesizer yang saya buat memiliki banyak bentuk, dari produk fisik hingga modul plugin. Produk itu sendiri adalah synthesizer yang bisa dikoneksikan, dengan konsep mirip mixtape. Ada platformnya juga, yang memungkinkan pengguna untuk bertukar synth melalui kabel audio atau sekarang lebih umum menggunakan USB. Melalui website, pengguna bisa mentransfer dan bertukar karya mereka.
Hoppla
Di situsnya.
Iyok
Dari situsnya ke alatnya itu
Hoppla
Jadi produknya ada alat, ada layanan bareng-bareng?
Iyok
Produk ini mencakup alat dan layanan, semuanya open source, termasuk platform dan toolchain. Toolchain di sini merujuk pada perangkat lunak yang saya gunakan untuk membuatnya, semuanya open source. Outputnya bermacam-macam, ada plugin, ada yang bisa diprogram menggunakan drag and drop tanpa perlu pengetahuan coding.
Saya juga membuat plugin untuk membuat PCB, PCB biasanya berbentuk kotak, tetapi saya membuat plugin yang mengizinkan pembuatan PCB dalam bentuk yang lebih tidak konvensional, seperti pohon natal. Plugin tersebut disebut SVG2 Shenzhen dan masih digunakan banyak orang hingga sekarang. Saya masih mendukung dan memelihara plugin itu, dan setiap ada masalah, saya menyelesaikannya. Plugin ini telah membuka peluang baru dalam mendesain PCB.
Hoppla
Masukin di Instagram sama di Youtube.
Iyok
Tepat sekali, salah satu hasil kerja saya adalah menciptakan alat yang dapat digunakan oleh orang lain untuk membuat sesuatu. Dalam hal ini, saya hanyalah seorang fasilitator. Misi saya adalah memastikan bahwa alat tersebut tetap berfungsi. Itulah mengapa saya terus mendukung dan mempertahankannya. Ini adalah contoh bagaimana alat dapat membuka peluang baru, dan itulah sebabnya saya tetap berkomitmen untuk mendukungnya.
Hoppla
Sebenernya kan semenjak pandemi lah kita didorong untuk menjadi digital dan menjadi menggunakan internet gitu.
Kemaren waktu ngobrol sama Wowok (Wok the Rock) itu dia bilang bahwa walaupun kita menjadi ditutup, menjadi digital gitu, aku harus bilang anak-anak ISI yang tertarik ke seni media malah makin banyak, justru ke seni-seni yang tradisional ada satu dua gitu tapi kalo dibilang sebagai gerakan, kayaknya ga ada gitu rada minim.
Aku mau nanya sebenernya kalo di Jogja itu sendiri gimana sih seni. Seni apa sih seni media atau misalnya seni yang menggunakan kayak masih menggunakan open source.
Iyok
Saya melihat semakin banyak perkembangan di bidang ini. Misalnya, di Paguyuban Algorave Indonesia, sudah banyak anak-anak Institut Seni Indonesia (ISI) yang melakukan live coding untuk membuat musik gamelan. Menurut saya, mereka bahkan telah membentuk komunitas baru, yang banyak diisi oleh anak-anak ISI.
Mereka melakukan performa berbasis online, seperti Algorave. Algorave sendiri adalah gerakan internasional yang awalnya mulai di Jerman, jika tidak salah. Saat ini, gerakan seperti Algorave dan Toplap (TOP LAP), yang merupakan komunitas live coding, sedang berkembang.
Mereka punya aturan-aturannya sendiri dalam live coding. Dulu, ketika seseorang melakukan performa, itu seperti rahasia karena layar mereka tidak terlihat. Tetapi sekarang, di Algorave atau live coding, prosesnya justru ditampilkan. Itu sebabnya saya juga tertarik pada live coding, karena saya tidak ingin membuatnya menjadi sesuatu yang eksklusif atau “black box”. Saya ingin segalanya tampak apa adanya, termasuk kesalahan-kesalahan yang terjadi, dan lain sebagainya. Itulah kenapa saya selalu terbuka dan transparan dalam proses ini.
Hoppla
Ketauan semua ya?
Iyok
Ya, menjadi seniman open source memang memiliki tantangannya sendiri. Harus menerima kenyataan bahwa semua karya Anda bisa dilihat dan diakses oleh semua orang. Itu memberikan dilema tersendiri. Di satu sisi, ada keuntungan dari berbagi dan kolaborasi, tetapi di sisi lain, karya Anda bisa dengan mudah disalin oleh orang lain. Itu membuatnya sulit.
Hoppla
Tapi dengan demikian kan pengetahuan untuk menjadi pasif dalam bahasa itu kan jadi semakin minim, karena orang kan bisa dengan mudah menduplikasi gitu, terus kita bisa membuat referensi sesuka kita gitu. Dengan, ya mungkin nggak perlu bahasa-bahasanya terlalu advance gitu.
Maksudnya bahasa di sini programming. Jadinya nggak, karena semua orang jadi bisa menduplikasi, dan dia juga bisa membuat referensi sesuka dia gitu, dengan modifikasi-modifikasi yang mungkin nggak terlalu menggunakan bahasa yang advance gitu.
Iyok
Ya itu nggak apa-apa sih.
Hoppla
Nggak masalah juga sebenarnya.
Iyok
Terbuka, malah jadi lebih terbuka.
Hoppla
Dan itu nggak dianggap sebagai masalah?
Iyok
Tepat sekali, seiring peningkatan aksesibilitas dan kemudahan penggunaan alat atau aplikasi, pengetahuan mendalam tentang bahasa pemrograman mungkin menjadi kurang penting bagi sebagian orang. Mereka bisa dengan mudah menduplikasi dan memodifikasi karya tanpa perlu memahami bahasa pemrograman yang canggih atau kompleks.
Tapi bagi saya, itu bukanlah suatu masalah. Justru ini membuat segala sesuatu menjadi lebih terbuka. Setiap orang punya akses yang sama dan kesempatan untuk berkreasi. Tentu saja, masih akan ada orang yang tertarik untuk mendalami dan belajar bahasa pemrograman lebih jauh.
Seperti contoh yang saya sebutkan sebelumnya tentang glitch. Dulu, kita harus membuatnya sendiri, melakukan coding. Namun sekarang, ada banyak aplikasi yang bisa diunduh di Android untuk membuat glitch dengan mudah.
Hoppla
Kalau lo sendiri ngelihat karya pas pandemi itu gimana? Karena semua orang kan respon pandemi. Dari yang nggak pernah bikin karya internet tiba-tiba jadi bikin karya internet gitu. Dari itu yang nggak pernah bikin karya seni media tiba-tiba jadi bikin karya seni media. Dari yang galeri yang nggak pernah bikin galeri virtual
tiba-tiba bikin galeri virtual gitu. Lo melihatnya begini?
Iyok
Pandemi telah memaksa banyak orang untuk beradaptasi dan mengeksplorasi cara-cara baru untuk berekspresi dan berbagi karya mereka, dan saya pikir ini sesuatu yang positif.
Hoppla
Tapi apakah potensi internet itu menurut lo tergali atau nggak? Atau sebenarnya cuma mindahin?
Iyok
Menanggapi bagaimana pandemi telah mempengaruhi cara orang membuat karya seni, saya melihatnya sebagai suatu evolusi yang alami dan tidak bisa dihindari. Lebih banyak orang beralih ke media internet untuk berkreasi dan berbagi karya mereka, dan saya rasa itu bukan masalah. Justru itu membuka lebih banyak kemungkinan dan lebih banyak orang mencoba berkreasi secara online.
Tentang apakah potensi internet sudah sepenuhnya digali atau tidak, saya rasa tergantung pada perspektif seseorang. Beberapa mungkin hanya memindahkan karya mereka dari format fisik ke digital karena pandemi, tapi ada juga yang benar-benar memanfaatkan kemungkinan baru yang ditawarkan internet.
Bagi mereka yang awalnya hanya memindahkan karya mereka, mereka mungkin menemukan kemungkinan-kemungkinan baru yang tidak mungkin mereka capai sebelumnya. Jadi, meskipun beberapa orang mungkin awalnya hanya “memindahkan” karya mereka ke format digital, mereka juga dapat mengeksplorasi dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru di luar sekedar “memindahkan”.
Hoppla
Lo melihat ada contoh-contoh yang menarik gitu selama lo lihat orang bikin karya-karya berbasis internet di masa-masa pandemi?.
Iyok
Duh, banyak sih kayaknya. Menurut gue banyak.
Hoppla
Yang nggak cuma sekedar mindahin.
Iyok
Ada banyak contoh menarik tentang bagaimana orang-orang beradaptasi dan menciptakan karya berbasis internet selama pandemi. Salah satu contoh yang menarik menurut saya adalah Teater Garasi, dimana mereka membuat konser interaktif. Meski saya tidak menonton secara langsung, saya mendengar bagaimana mereka menciptakan interaktivitas dan komunikasi dua arah di dalamnya, yang menurut saya cukup inovatif.
Hoppla
Sebagai seniman sama kode juga, cara mengapresiasi karya berbasis coding gimana?
Iyok
Dalam hal mengapresiasi karya berbasis coding, saya rasa itu cukup sederhana, yaitu dengan memberikan atribusi. Tidak perlu memberikan uang atau donasi. Hanya perlu mengakui dan menyebutkan siapa penciptanya. Jika Anda melihat bahwa karya tersebut telah membuka jalan baru, lanjutkan saja dan beritahukan orang lain. Saya rasa, tidak perlu ada hal yang rumit dalam mengapresiasi karya berbasis coding ini.
Hoppla
Karya berbasis coding itu yang bagus atau proper itu yang seperti apa? Lebih advance, lebih bagus kah?
Iyok
Menurut saya, karya berbasis coding yang baik atau “proper” adalah yang lebih fokus pada fungsi daripada kesulitan teknis atau tingkat kemajuan. Saya lebih menghargai karya yang sederhana, terbuka, dan tidak dibuat secara rumit hanya untuk menciptakan ilusi bahwa itu lebih canggih. Karena pada akhirnya, kecanggihan teknologi seharusnya tidak membuat orang merasa terintimidasi atau dikecualikan.
Hoppla
Suatu coding itu menjadi karya atau jadi cuman hasil programmer doang, itu ada di mana?
Iyok
Apakah suatu kode menjadi karya seni atau hanya hasil dari pemrograman, itu adalah hal yang subjektif. Menurut saya, semua karya coding adalah karya seni. Saya memandangnya dari perspektif seni karena latar belakang saya. Namun, saya juga mengerti bahwa banyak orang dalam dunia seni yang tidak menganggap coding sebagai seni. Sangat berbeda ketika saya beralih ke industri tech, di mana saya merasa diperlakukan sebagai seorang seniman.
Hoppla
Karena selalu ada bug, kan? Selalu ada penyempurnaan.
Iyok
Programming, atau coding, adalah suatu hal yang tidak pasti. Bukan seperti pekerjaan reguler di mana anda datang pukul sembilan dan bekerja sampai bel pulang berbunyi. Selalu ada bug dan ruang untuk penyempurnaan dalam coding, yang tentu saja memerlukan tingkat kreativitas yang tinggi.
Hoppla
Kalau bicara soal seni kan berarti ada sisi humanisnya gitu. Bagaimana cara kita men-transformasi sisi humanis ini ke dalam mesin?
Iyok
Sebenarnya tujuannya itu sih. Tujuannya membuat apa? Mikirin kemungkinan-kemungkinan gak kesana.
Hoppla
Karena kalau program harus praktis gitu kan? Sedangkan kalau sesuatu yang disebut seni harus mempertanyakan.
Iyok
Benar, suatu program bisa praktis tapi juga bisa digunakan untuk mempertanyakan sesuatu, tergantung pada tujuan dari programmer tersebut. Misalnya, tujuan saya adalah untuk membuka kemungkinan baru dan melihat apakah karya saya bisa digunakan dalam berbagai cara yang saya prediksi.
Hoppla
Kalau tujuan lo gimana?
Iyok
Ya, saya setuju. Tujuan saya dalam menciptakan karya berbasis coding adalah untuk membuka kemungkinan baru. Saya mencoba memprediksi kemana karya saya bisa digunakan dan setelah melakukannya, saya evaluasi apakah tujuan yang saya rencanakan telah tercapai. Jadi, pada dasarnya, saya melihat coding sebagai alat yang fleksibel yang dapat digunakan dalam berbagai cara, tergantung pada tujuannya.
Hoppla
Tadi menarik sih yang dibilang kembali ke pertanyaan yang awal-awal mentalitas programmer sama seniman kan. Punya tendensi yang beda dalam melihat karya gitu. Dalam melihat orang berkarya gitu. Kita kan melihatnya walaupun karya itu adalah seni itu spekulasi. Sebenernya karya produksi itu spekulasi juga. Gak
langsung jadi selesai semuanya.
Aku sebenernya tertarik sama kalau misalnya lo sendiri bikin satu karya seni yang berbasis coding di dunia itu. Bagaimana reaksi antara seniman? Beda gak sih itu tanggapan antara para programmer atau dengan seniman itu melihat karya?
Iyok
Kalau menurutku segmented juga sih.
Hoppla
Karena pasti beda?
Iyok
Saya mengerti perbedaan yang Anda maksud. Dalam banyak kasus, karya coding dalam industri teknologi memang lebih difokuskan dalam aspek teknis atau engineering. Tujuan mereka mungkin berbeda-beda, tetapi kerangka kerja yang mereka gunakan sering kali lebih teknis dan engineering, meski tetap memerlukan tingkat kreatifitas.
Lingkungan cross-disiplin seperti yang ada dalam industri game bisa menjadi contoh baik bagaimana keterampilan berbagai disiplin (seperti artis grafis dan programmer) harus bekerja sama untuk menciptakan suatu produk. Sementara dalam lingkup web-based industry atau pengembangan web, mungkin kurang ada interaksi antar disiplin.
Dalam hal live coding performance atau seni berbasis coding yang digunakan dalam performa langsung, mungkin banyak programmer di lingkungan saya yang belum sadar atau familiar dengan hal tersebut. Namun, seiring perkembangan waktu dan pengetahuan, saya yakin hal-hal seperti ini akan semakin dikenal dan diapresiasi.
Hoppla
Sebenernya yang dibutuhkan adalah komunikasi yang lebih intens itu antara orang yang ngerti dengan engineering, dengan seniman yang punya ide-ide yang secara teknis mungkin belum diperlukan karena ya mungkin kayak tadi kalau disimulasikan dalam satu game gitu kan, dalam ekosistem di game itu kan ada antara designer sama engineer kan harus saling itu ada nggak sih sebenernya kayak situasi pertemuan antara engineer sama seniman?
Iyok
Saya setuju bahwa komunikasi intens antara engineer dan seniman sangat penting untuk menciptakan kolaborasi yang efektif dan inovatif antara disiplin teknologi dan seni. Sebagai contoh, Teater Garasi baru-baru ini menghasilkan sebuah karya yang merupakan hasil dari kolaborasi antar disiplin.
Saya lupa nama tepat dari karya tersebut, tapi itu sesuatu yang berkaitan dengan “Lintas batas” atau “Lintas disiplin”, dan karya tersebut merupakan sebuah game.
Perubahan yang signifikan telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, di mana batas antara seni dan teknologi semakin kabur. Jika dulu mungkin ada resistensi terhadap ide menggabungkan seni dengan teknologi, seperti komputer, sekarang hal itu semakin diterima dan dipandang sebagai bagian penting dari inovasi dalam karya seni.
Hoppla
Kalau kemarin kami lempar pertanyaan yang sama ke Wowok, dia bilangnya banyak kan seniman tuh gaptek sebenernya pengen bikin seperti itu tapi nggak ngerti
Iyok
Banyak seniman yang melihat potensi dalam teknologi seperti Arduino – sebuah platform open-source yang dirancang untuk membuat prototipe elektronika interaktif. Arduino diciptakan dengan ide utama untuk membuat teknologi microcontroller mudah diakses oleh seniman, desainer, hobiis, dan orang yang tertarik dengan menciptakan dan berinteraksi dengan objek atau lingkungan digital.
Namun, meskipun ambisinya untuk mendemokratisasi akses ke teknologi, Arduino terkadang dapat terasa cukup teknis. Ini membuat beberapa seniman merasa canggung atau terintimidasi dengan kerumitan teknis tersebut. Bahkan, perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan, serta bahasa pemrograman yang diperlukan untuk mengoperasikannya, dapat terasa rumit bagi mereka yang bukan berasal dari latar belakang teknis.
Akibatnya, Arduino malah menjadi lebih populer di kalangan insinyur – yang sudah terbiasa dengan sistem dan logika tersebut – daripada di kalangan seniman. Ironisnya, ini sedikit bertentangan dengan misi awal Arduino, yaitu untuk membuka akses ke teknologi bagi seniman dan pendidik.
Hoppla
Layering teknisnya tuh masih ada beberapa lagi
Iyok
Itulah sebabnya ketika saya membuat synthesizer, saya juga menciptakan perangkat lunak untuk codingnya menggunakan konsep ‘drag and drop’, yang memungkinkan seniman untuk membuat logika coding tanpa harus benar-benar menulis kode. Tujuannya adalah untuk membuat teknologi ini lebih mudah diakses oleh seniman.
Hoppla
Kalau misalkan aku narik, nggak ngomongin seni doang itu, bagaimana menurut lo dengan web3?
Iyok
Mengenai Web3, saya tidak benar-benar terlibat dalam pengembangannya, saya hanya mengamati perkembangannya. Saya pernah optimis terhadap NFT pada awalnya, terlebih setelah saya mengajari istri saya, yang juga seorang seniman, tentang NFT. Meskipun terdapat resistensi awal dan beberapa praktek yang kurang etis, saya percaya bahwa teknologi ini, jika digunakan dengan benar, dapat memberikan sarana bagi seniman untuk menjual karya mereka secara digital dan memperluas pasar mereka.
Hoppla
Kalau AI gitu mas?
Iyok
Pertanyaan mengenai AI dan seni merupakan topik yang sangat menarik dan juga rumit. AI seperti ChatGPT dan Midjourney telah menunjukkan kemampuan yang mengesankan untuk menghasilkan karya seni, seperti ilustrasi, yang kemungkinan besar akan merubah lanskap seni ke depannya.
Tantangan utamanya adalah menentukan siapa yang memiliki hak atas karya yang dihasilkan oleh AI. Jika sebuah AI dilatih dengan karya-karya seniman dan kemudian menghasilkan karya baru, siapakah yang memiliki hak atas karya tersebut? Ini adalah pertanyaan yang sulit dan kompleks.
Ada gerakan ‘No Training’ di mana seniman menolak untuk melatih karya mereka untuk digunakan oleh AI. Namun, jika karya-karya tersebut sudah dipublikasikan, seperti di Instagram, maka akses ke karya tersebut sebenarnya sudah bebas dan bisa digunakan oleh AI.
Namun, menurut prediksi saya, mungkin di masa depan seniman akan melatih AI dengan karya mereka sendiri untuk menghasilkan karya seni baru. Jadi, peran seniman tidak sepenuhnya digantikan oleh AI, namun berubah menjadi kolaborator dengan AI.
Hoppla
Jadi, memanfaatkan AI seluruh penggunaan karya itu ya?
Iyok
Betul sekali! Mungkin cara terbaik untuk melihat kehadiran AI dalam seni adalah sebagai asisten, bukan pengganti. Dengan kata lain, AI bisa menjadi alat yang memungkinkan seniman untuk mengekspresikan ide dan visi mereka dengan cara yang sepenuhnya baru dan inovatif.
Hoppla
Masuk akal ya. Jadi istilahnya dia punya artisannya sendiri.
Iyok
Dia bisa me-random generate ide-idenya menurutku. Itu bisa menggantikan tapi juga bisa jadi asisten jadi memperbesar kemungkinan karya ya kan.
Hoppla
Seniman-seniman kan banyak yang resisten itu karena merasa terancam, kayak, oh ya berarti gue sebagai seniman itu udah ga penting lagi nih karena toh juga komputer bisa bikin yang misalkan jauh lebih bagus gitu dari punya dia tapi sebenernya, perlu ga sih merasa terancam gitu atau justru sebenernya harusnya seniman itu malah terbuka gitu
Iyok
Saya setuju. Memang ada perasaan ketakutan dan ancaman di kalangan seniman terhadap perkembangan AI dalam seni. Namun, ini lebih disebabkan oleh ketidakpastian tentang bagaimana teknologi ini akan mempengaruhi industri seni dan bagaimana mereka harus beradaptasi dengan perubahan ini. Saya juga melihat bahwa ada perasaan ketakutan dari segi finansial dan ekonomi, karena seni adalah sumber penghasilan bagi seniman.
Tapi, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, saya melihat adanya peluang bagi seniman untuk menggunakan AI sebagai alat, bukan pengganti. Seniman bisa melatih AI dengan karya mereka sendiri dan menggunakan outputnya sebagai inspirasi atau bagian dari proses kreatif mereka.
Selain itu, seniman bisa memilih karya mana yang mereka publikasikan dan karya mana yang mereka simpan untuk diri mereka sendiri. Dengan demikian, ruang pribadi dan cakupan seni mungkin akan menjadi lebih kecil, tetapi ini juga bisa membuka peluang baru untuk pendekatan kreatif dan ekspresif yang berbeda.
Hoppla
Jadi berkarya itu menurut mas gimana? Apakah memungkinkan gitu?Justru malah AI itu digunakan sebagai medium untuk berkarya gitu
Iyok
Betul sekali, teknologi AI bisa membuka berbagai peluang baru dalam berkarya. Sebagai contoh, Anda mungkin telah mendengar tentang novel grafis yang diciptakan dengan bantuan AI. Dalam kasus ini, seniman hanya perlu membuat petunjuk atau “prompt”, dan AI akan menghasilkan gambar atau ilustrasi berdasarkan prompt tersebut. Seniman tersebut kemudian dapat menghubungkan gambar-gambar ini dengan cerita yang mereka buat sendiri.
Hoppla
Lebih ke naratif jatuhnya.
Iyok
Namun, ada tantangan unik dalam menggunakan AI sebagai sarana untuk menciptakan karya seni. Salah satunya adalah potensi untuk terciptanya “feedback loop”. Misalnya, jika AI melatih dirinya pada karya seni yang dihasilkan oleh AI lain, ini bisa menciptakan suatu siklus di mana AI terus menerus belajar dan berevolusi berdasarkan karya AI lain.
Hal ini juga berlaku untuk sistem seperti ChatGPT, yang belajar dan berevolusi berdasarkan data yang ia terima. Jadi, sementara AI dapat memberikan peluang baru bagi seniman, juga ada tantangan dan pertanyaan yang perlu dipertimbangkan tentang bagaimana kita menggunakan dan berinteraksi dengan teknologi ini.
Hoppla
Kayak echo chamber.
Iyok
Itu betul. Jika kita berbicara tentang ‘feedback loop’, bisa terjadi bahwa sentimen tertentu dalam karya-karya yang dihasilkan oleh AI menjadi semakin kuat atau dominan seiring waktu
Hoppla
Kalau coder sendiri merasa terancam gak dengan AI?
Iyok
Saya pribadi tidak merasa terancam oleh AI.
Hoppla
Buat nyari bug?
Iyok
Jadi, di dalam tangan yang tepat dan dengan penggunaan yang tepat, AI bisa sangat berharga bagi coder. Tetapi perlu diingat, bahwa pemakaian tersebut tetap memerlukan intervensi dan kontrol manusia.
Hoppla
Tapi kalo misalkan kayak dengan adanya AI terus kemudian si ChatGPT dan segala macem yang maksudnya bisa diliat kan sekarang semuanya jadi lebih instant ya?
Mentalitas instant ini tuh sebenernya justru bikin bahaya ga sih?
Iyok
Saya setuju, dalam dunia yang semakin instan ini, masih ada ruang penting untuk keahlian dan kerajinan tangan (craftsmanship), termasuk dalam bidang pemrograman. Seperti yang Anda sebutkan, ada perkakas No-Code yang memungkinkan orang untuk membuat aplikasi atau situs web hanya dengan menyeret dan menjatuhkan elemen, tanpa perlu menulis kode. Ini memang dapat membantu mempercepat prototyping dan mendorong inovasi.
Namun, ketika kita perlu membuat sesuatu yang spesifik atau unik, kita mungkin perlu kembali ke pemrograman tradisional. Oleh karena itu, keahlian dalam coding masih sangat penting.
Selain itu, gerakan open source juga memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara ‘instan’ dan ‘unik’. Dengan akses ke kode sumber terbuka, kita bisa memodifikasi dan menyesuaikan alat ‘instan’ ini untuk memenuhi kebutuhan spesifik kita. Jadi di satu sisi, kita bisa mendapatkan keuntungan dari kecepatan dan efisiensi alat ‘instan’, dan di sisi lain, kita masih memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dan membangun di atas kode tersebut.
Hoppla
Kalo ini semua yang serba instan ini berarti craftsmanship masih penting atau engga?
Iyok
Betul, menurut saya craftsmanship masih sangat penting, bahkan dalam dunia yang semakin instan ini. Meskipun ada alat yang memungkinkan kita untuk menghasilkan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih mudah, masih ada saat-saat di mana kita perlu melakukan sesuatu yang lebih spesifik atau kompleks yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan coding.
Contoh yang baik adalah open source. Meskipun banyak software open source yang bisa ‘instan’, tetapi faktanya masih memungkinkan untuk di-custom atau diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Ini memungkinkan kita untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar unik dan spesifik sesuai kebutuhan kita, meski kita menggunakan alat yang instan.
Saya rasa hal ini menggarisbawahi fakta bahwa meskipun teknologi bisa membantu dan mempercepat proses kreatif, masih ada kebutuhan untuk keahlian dan keterampilan manusia dalam proses tersebut – sehingga, craftsmanship sangat penting.