Hoppla
Kami mau nanya soal si RUX. Buat kalian sendiri, bagaimana awal RUX eksperimen dengan virtual exhibition making?
RUX
Mungkin sebelah saya nih lebih dahulu.
RUX
Karena dia sering main gitar pas kita ngerjain. Kita ngelihatnya jadi pertanyaan juga buat kita ketika masa yang nggak jelas kemarin itu tahun 2020 sampai sekarang. Pandemi itu kan, maksudnya di wilayah-wilayah kayak orang-orang kami gitu, industri kreatif, bagaimana akhirnya merepresentasikan kembali ruang-ruang yang ada di kami ini tetep masih bisa digunakan dan bisa diapresiasi karya-karyanya sama orang lain.
Makanya, pertanyaan itu akhirnya yang membuat kami untuk ngulik gitu. Terus abis itu, pameran-pamerannya atau presentasi-presentasi yang ada nih, dalam wilayah bentuk offline ketika ada mitigasi kita bisa melakukan apa sih sebenernya buat pengembangan si presentasi selanjutnya di masa sekarang. Jadi dari situ, nah, kebayang lah beberapa platform yang kita coba ulik atau cari di internet gitu. Ketemu lah tentang virtual itu, virtual exhibition yang sampai sekarang masih kita tetep gunain gitu.
Hoppla
Ada tambahan mungkin?
RUX
Apa ya, paling kalau virtual tour itu kaitannya sebuah inovasi ya. Inovasi sebuah presentasi atau arsip bahkan exhibition atau pameran dalam bentuk digital. Jadi experience-nya juga berbeda dengan katalog digital lainnya atau pameran digital lainnya, yang digital-digital misalkan video. Kalau virtual tour lebih interaktif dan segala macem. Dengan berbagai macam platform atau teknik.
RUX
Awal-awal emang digunain sama kita sendiri kan sebenernya. Makanya, kalau tadi pertanyaan lo tentang RUX gitu kan. Maksudnya si Gudskul ini kan ada satu divisi yang memang ngomongin tentang pengembangan-pengembangan apa ya, sustainability, kan. Ya awal-awal kan kita yang gunain nih, buat kalangan kita, akhirnya pertanyaan itu dijawab kita sendiri untuk bikin sesuatu dan kayaknya nih bisa juga deh dipakai juga sama temen-temen yang lainnya, dengan cara dan sistem yang kita sudah lakukan sebelumnya.
Yaudah akhirnya dari rekan-rekan, ruang ke ruang, kita dikasih kesempatan itu. Eh gua mau bikin virtual exhibition gini-gini. Dan zaman itu juga kan sebenernya platform digital model virtual tour juga banyak yang tidak berbayar gitu, tapi kan dengan keterbatasan. Yang gratis gitu. Ya keterbatasan wilayah UI [User Interface]-nya kah, keterbatasan wilayah server-nya kah, storage yang dipakai dan yang lain.
Hoppla
Kalau di awal-awal masih inget nggak mungkin exhibition pertama yang waktu itu kalian dokumentasikan untuk jadi virtual exhibition. Terus waktu itu prosesnya kayak gimana?
RUX
Pertama tuh malahan bikin pameran yang namanya Di Rumah Tak Berarti Melemah. Judul pamerannya. Sebenarnya ini pameran poster [grafis]. Jadi kita kan di Gudskul sendiri ada satu, entitas yang emang dia bergerak di wilayah seni grafis nih. Nah, terus gue berpikir bagaimana pameran ini bisa juga dilakukan sama temen-temen kita di luar Gudskul. Makanya pameran poster aja kali. Pameran poster ini sebenernya kalau ngeliat fungsi dari poster kan dia punya daya propaganda ya, campaign gitu. Jadi makanya bagus juga nih ketika kita memulai dengan satu tagline, satu judul pameran yang dimana tagline-nya itu juga disepakati bareng. Di Rumah Tak Berarti Melemah.
Nah, ini kan menarik nih, karena mengerjakannya di rumah. Karena ada sistem di masa Covid, sistem mitigasi. Nah makanya terus tercetus lah Di Rumah Tak Berarti Melemah. Akhirnya itu jadi slogan buat temen-temen menciptakan visual, menciptakan teks lagi. Merepresentasikan kembali si teks itu, si judul pameran itu, ke dalam wilayah bentuk poster gitu. Dan itu di set-up di ruangan kami, di galeri-galeri yang ada di Gudskul. Terus bagaimana orang bisa berapresiasi tentang karya-karya ini, ya kita ulik tentang virtual exhibition itu. Kita scanning, abis kita scanning terus kita develop dengan acuan, kita bikinin strategi. Strategi bagaimana akses digital ini bisa juga sama dengan model akses yang kita bayangkan ketika pameran itu berlangsung secara offline.
RUX
Salah satunya pembukaannya ya melalui Zoom, terus nanti ada presentasi kuratorial, bentuk 360 juga, segala macem kayak gitu, di dalam platform yang kita bikin.
RUX
Emang, emang, emang dasarnya emang kita pembuat pameran gitu ya. Kami tuh ada satu divisi juga kan [inaudible] link itu kan, yang memang sering banget menjadi supporting system untuk bagaimana mengelola sebuah pameran itu bisa berjalan. Jadi dari pengalaman itu kan kita tahu, bagaimana caranya pameran ini diselenggarakan. Mulai dari persiapan karya, karya terpasang, karya ter-display, lalu caption, tambahan lagi ada publikasi katalog, dan terakhir adalah bagaimana alur pameran itu diciptain. Akses. Nah, itu juga kita coba adopsi ke wilayah virtual. Kita mau orang berangkat dari mana nih datengnya, gitu.
Hoppla
Kalau buat kalian sendiri, virtual exhibition yang kalian lakukan itu mereplikasi ruang atau memindahkan ruang?
RUX
Modeling
Hoppla
Berarti exhibition-nya maksudnya fisik ada, digital ada. Kalau yang mindahin ruang kan berarti fisik gak perlu nih, kita digital aja gitu. Nah kalian sendiri kayak gimana?
RUX
Waktu itu, karena emang kita biar gimana si industri, balik ke industri kreatifnya. Bagaimana temen-temen yang lain yang tadi gue bilang orang-orang yang biasanya memproduksi sebuah pameran itu tetap masih bisa bekerja. Akhirnya awal-awal sampai akhir 2020 lah, kita tidak menerima namanya modeling. Jadi kita maunya itu pamerannya kita bikin fisiknya ada, karena jadi daya produksinya juga ada, seniman juga produksi karya secara fisik, terus persiapan pameran juga secara fisik, ruangnya juga digunakan secara fisik gitu. Terus kita scan dengan keterbatasan waktu itu kita pakai kamera 360 langsung ya, bukan DSLR. Karena emang udah ada platform yang memudahkan. Cuma memang kita bermainnya di wilayah engine digital-nya nih, engine platform-nya yang kita mainin dari engine yang satu terus kita berkembang ke engine yang satu lagi nih, yang lebih proper.
Hoppla
Engine itu apa awalnya?
RUX
Engine dulu kita pakainya, apa ya, kok lupa sih gue. [overlapping speech] Matterport.
Hoppla
Setelah itu?
RUX
Storage-nya itu ada di cloud-nya mereka. Jadi kayak kita sewa ruang. Lagi-lagi kayak Google. Diperpanjang lagi, diperpanjang lagi. Terus apa namanya, si tools-nya juga tidak bisa di-explore kembali gitu. Ngomongin caption, action pop-up, terus beberapa UI yang kita ciptain gak bisa kita masukin ke situ gitu. Jadi templating dari dia. Tapi yang paling males adalah storage-nya ada di mereka. Keterbatasan itu jadinya… kayaknya gak pakai ini deh. Kita cari lagi. Akhirnya ada satu 3DVista itu yang kita gunain. Itu bisa banget di-explore sampai sekarang. Ya banyak, ada forumnya juga.
RUX
Sama tadi kalau ngomongin 3D ya, kita akhirnya di 2000-berapa sih kita, akhirnya bikin yang versi 3D. Ya, 2021 awal, akhirnya bikin tuh, ada project. Bikin, modeling, ada beberapa aset yang bikin sendiri, ada beberapa aset yang beli. Kita jadiin panorama render-annya, segala macem, ya kita bikin experience-nya itu sama kayak virtual yang sebelumnya kita bikin. Dari template segala macem, UI, UX, sampai pop up-nya kayak gitu. Dan jadi salah satu alternatif, mau yang versi apa nih, kita bisa nawarin beberapa versi.
RUX
Awal-awal kekeuh tuh kita, yang pameran pertama pastinya kita ada dua: pameran fisiknya ada, terus kita scanning, jadi ada dua ya, [inaudible] hybrid lah ya. Itu tuh, berjalan tuh, ada orang [bilang] gua mau dong modeling. Cuma modeling gini, dia gak ada produksinya. Wah mohon maaf nih kita belum bisa ke situ. Karena memang kita lagi coba juga untuk biar si ruang yang digunakan sama production si pameran, si persiapan pamerannya juga dilakukan gitu. Karena kalau modeling kan kita tau, kita sama-sama tau, modeling kalau di platform yang lain juga banyak tuh yang sudah pakai. Sistem modeling yang gratis atau pun berbayar dengan template yang sudah ada, galeri A, B, C, D. Nah akhirnya tadi Opang cerita gitu, tapi kayaknya kita abis itu kita coba modeling deh. Karena apa? Karena kesempatan itu juga jadi bermain lagi imajinasi gitu.
RUX
Challenge lah. Challenge apa celeng sih.
RUX
Challenge ya [tertawa]. Kemungkinan yang lain gitu. Jadi kita awal-awal lebih mementingkan kalau mau modeling, pamerannya jangan di ruang. Tapi kita ciptain ruang yang emang beneran itu modeling gitu.
RUX
Pokoknya yang viral [tertawa].
RUX
Pokoknya yang awal-awal kita bikin tuh, di luar angkasa pamerannya. Jadi ada lapangan terus ada robot gede, di depan robot itu ada panel-panel…
RUX
Pokoknya Star Wars lah.
Hoppla
Itu pamerannya judulnya apa?
RUX
Sebenernya itu pameran ini juga… kita ada satu isu gitu tentang institusi, ngomongin tentang yang dipecat itu. Jadi kalau dipecat di KPK terus kita mau bikin propaganda itu. Kalau dipecat dalam bentuk pameran. Jadi temen-temen bikin karya terus pamerannya di virtual exhibition gitu. Nah kita taruh di situ karya-karyanya.
RUX
Pokonya jadi luar angkasa lah pokoknya [tertawa].
RUX
Bukan luar biasa [tertawa]. Jadi gitu. Ya kesini-sini kita belajar banyak lah tentang modeling. Dari modeling yang memang secara aset itu grafis, sampai modeling yang secara aset itu emang kita beli gitu. Scanning, terus kita embed.
RUX
Ya sebenernya nggak ngilangin nyawa dari masing-masing, misal kalau pameran, jadi nggak ngilangin nyawa dari si karya seniman-senimannya. Makanya waktu awal-awal kan supaya ada nyawanya kan, mereka produksinya kan [inaudible]. Kita tampilin juga tuh proses-prosesnya jadi highlight, jadi nyawanya tetep ada gitu. Kalau yang digital kan, kemungkinan agak sulit ya dibalik layar. Kalau yang virtual sebelumnya, kita [inaudible] situ. Pameran-pameran pembukaannya online, melibatkan berbagai macam orang di Zoom. Undang gitu kan, rame. Viral ya.
Hoppla
Kalau dari pengamatan kalian sama mungkin dari apresiasi yang udah dateng ke virtual exhibition kalian. Menurut kalian virtual exhibition itu apa? Ngasih jarak ke pameran fisik yang biasanya didatengin orang-orang atau justru ngehadirin pengalaman baru?
RUX
Itu juga maksudnya, dilihat dari situasinya ya. Kalau kita bicara dua tahun ke belakang, itu kan jadi jawaban buat bagaimana akhirnya apresiasi itu tetep bisa dilakukan. Terus selanjutnya ketika waktu itu berubah lagi, nah pengalaman virtual exhibition itu sebenenya kalau gue amati sebenernya kerja lanjutan dari proses dokumentasi. Bagaimana cara lo mendokumentasikan sesuatu, terus dengan cara yang lain, bukan video bukan foto. Tapi lebih ke pengalaman memasuki ruang. Kayak orang main game lah ya. RPG yang ada [overlapping speech – interaktif lah gitu] walaupun dia nggak bisa ngasih feedback.
Masih searah gitu. Karena kan sifatnya gitu, maksudnya, tombol dipencet keluar apa, tombol dipencet lari ke mana. Jadi tergantung situasinya. Kalau misalkan dua tahun yang lalu itu menjawab pertanyaan bagaimana apresiasi selanjutnya dilakukan. Tapi kalau masa sekarang gue pikir malahan seharusnya ada pertanyaan lagi yang seharusnya dihadirkan. Kenapa medium ini harus tetap dilakukan? Itu, balik lagi sebenernya ke fungsi yang tadi gue bilang.
Ya, Google Street View sebenernya fungsinya juga mendokumentasikan ruang sebenarnya secara virtual. Itu kan di bawahnya misalkan update Maret 2021, “wah rumahnya belum kebangun nih”. Itu kan jadi dokumentasi ruang kan. Nah ini juga sama balik lagi. Ketika itu masih bisa menjadi bagian dari pendokumentasian yang lanjut, selain video selain foto, itu gue pikir masih tetep terus di-explore.
RUX
Sifatnya juga continuous kok kalau virtual. Dari segi pengarsipan, segala macem. Experience, atau bisa dari yang udah ada tinggal ngerubah karya segala macem, suasana, itu. Makanya lebih fleksibel sebenernya. Kalau untuk tadi jarak ya, ngejarakin gitu, nggak juga sebenernya [inaudible] kelanjutan, continuous aja gitu. Bisa di-update.
RUX
Kalau bahasa gaulnya grow-up. Dia terus berkembang. Jadi emang secara medium gitu ya, nggak stagnan. Karena ya emang kalau nggak, ya kita nggak apa-apain lah ya si virtual exhibition itu, terus device juga akan mengikuti teknologi kan, berarti kita juga harus melihat dulu kita engine-nya apa yang kita gunakan. Ketika ini mau di-publish ulang atau ini bisa tetep ter-publish, berarti kan ini harus di-inject apa lagi nih, biar dia tetep bisa dinikmati. Berkembangnya secara teknologi kan gitu. Seru sih ya, kita mah eksplorasi aja di wilayah itu. [overlapping speech]
Hoppla
Kalau software yang kalian pakai buat development semuanya apa? Kayak 3D, terus buat engine yang di internetnya.
RUX
Kombinasi. Dari mulai Photoshop-nya sampai ke editing video segala macem, Premiere atau Repack. Bikin-bikin batang animasinya kayak gitu.
RUX
Jadi kita ngebagi misalnya kalau wilayah aset lah [overlapping speech] tadi ngomongin engine apa yang digunakan. Kita bagi aja misalkan ada dua aset. Pertama aset karya atau data, satu lagi sebenarnya adalah aset ruang. Aset karya data ini dia kan mau teks, teks kita bisa pakai Google Word atau PDF kan. Terus kalau foto di-grading. Editing lah ya, pakai Photoshop. Kalau layout secara tampilan kita bisa pakai Illustrator. Terus kalau buku pun kita bisa pakai, di desain katalognya.
RUX
Flipbook kayak macam animasi buku. Ketika kita geser tuh experience-nya juga kayak kita buka buku. Lembaran buku.
Hoppla
Kalau yang aset ruangnya itu?
RUX
Kalau yang aset ruangnya, biasanya kita pakai SketchUp.
RUX
Terus Blender, terus nanti rendering atau finishing tetap dari situ.
RUX
Tapi emang basic untuk si strukturnya sih, karena kan ringan ya, kita kan nggak pakai 3D Mac ya karena berat. SketchUp buat modeling. Kan kalau scanning sebenernya asetnya ya grading itu kan, tapi dipakai juga si SketchUp buat mengimajinasikan atau mensimulasikan akses. [Misal], oh ini ke sini dulu, ini ke sini, ini ke sini dan lain-lain.
Mereka pun scan-nya akan berdasarkan itu titiknya. Satu pameran bisa ada 50 titik nih, titik mana aja. Kita sebut dua titik: titik akses sama titik karya. Titik akses ada berapa tuh, dua tiga nih akses nih. Titik karya di depan karya, di samping karya. Karyanya juga ada karya instalasi, terus karyanya bisa nge-zoom out kah. Jadi ya kita gunakan SketchUp tuh, ringan lah buat ngomongin simulasi 3D ya. Terus abis itu main pakai Blender.
Hoppla
Ketika itu udah naik di server ya, maksudnya kayak di host gitu, itu coding sendiri atau ada plug-in?
RUX
GitHub sih. Buat preview. Karena dia free dan dipakai juga buat developer lah. Ya kita pakai itu.
RUX
Itu awal kan, preview kan masih GitHub. Kalau untuk finishing, bener-bener publish resminya itu pakainya [inaudible] kayak CPanel segala macem postingnya.
RUX
Iya karena nggak sustain juga digital. Karena GitHub buat ngawali lah, bolehlah buat belajar, ngawalin, preview. Terus secara storage tuh juga [overlapping speech] kurang, bandwidth-nya bermasalah. Misalkan video nggak bisa di atas 100 MB jadi total harus 1 GB. Kan video anak-anak suka ngaco kan, banyak dan gede. Jadinya, ya susah. Makanya terus ada platform YouTube misalkan, itu bisa kita nge-link dari situ. Cuma lagi-lagi kan, ada media player-nya nih.
Kalau di engine kita, media player-nya sudah ada di situ seharusnya. Jadi dia tuh nggak akan bisa di-copy kecuali screen record. Ya kalau screen record mau data apa aja yang masuk digital mah ya udah lah ya. Maksudnya pembajakan dan lain sebagainya ya udah lah. Tapi kalau ada media player pihak ketiga, ini kan yang kita nggak bisa ketahui juga. Terus dia kan gampang banget ya, nge-download dan lain sebagainya. Itu nggak bisa di-download kalau udah ada di engine kita. Jadi media player itu yang ada di engine ini juga. Makanya terus abis GitHub, keterbatasannya itu tadi, akhirnya kita main ke CPanel dengan storage yang unlimited. Pas mau ngapa-ngapain gitu.
Hoppla
Kalau keseluruhan berarti website-nya coding sendiri atau WordPress?
RUX
WordPress. Biasanya WordPress. Tapi kalau untuk bawaan biasa yang kita bikin untuk internal sini GUDSKUL atau RUX gitu, ya dari si programnya itu. Dari si engine-nya itu. Bawaan.
RUX
Engine itu juga bisa bikin website. Soalnya engine itu fleksibel ya mau bikin website, atau apa pun itu bisa.
RUX
Website kita ada ya bentuknya virtual tour. Dengan foto [overlapping speech] panorama yang udah ada gitu, klik keluar portfolio kita nge-scan apa, hasil scan pameran di beberapa tempat atau pameran. Gitu, so far so good, so nice. Sejauh ini sih ya. Maksudnya kalau gue lebih ke bertanya lagi sebenernya apa yang bisa dilakukan sama engine ini dan belum kita explore, belum kita bikin. Lebih ke situnya sih.
RUX
Salah satunya e-learning yang lagi berjalan. Tutorial training. Nah itu yang lagi coba kita kembangin sebenernya.
RUX
Karena nanti bisa dipakai mungkin untuk belajar atau pun di luar itu. Karyawan. Jadi bener, kalau ada karyawan baru, lo mau training kan lo kasih soal, terus lo kasih tau [inaudible] nah ini bisa dilakukan pakai virtual tour itu. Dengan beberapa treatment tambahan lah. Edukasinya dimasukin, soal dimasukin, poin dimasukin. Udah kayak game. Terus juga bisa pakai VR. VR tuh orang masih nggak biasa lah ya. Masih jarang. [overlapping speech] 30 menit juga pusing kan, apalagi orang kacamata udah. Harus dilepas kacamatanya, taruh, pas buka ya nangis. Saya dimana? [tertawa]. Nah, sebenernya sampai saat ini kita juga mengembangkannya masih batas wilayah presentasi. Tapi kan udah masuk wilayah edukasi, bagaimana akhirnya punya fungsi lain selain apresiasi gitu. Nah, itu yang lagi kita kembangkan ya.
RUX
Untuk menyambut metaverse [tertawa]. Nggak, nggak sampai situ.
Hoppla
Beberapa kali gue ikut meeting kalian waktu exhibition kemaren. Gue merasakan banget di digital ada kontinuitas ruang seperti yang tadi diomongin Opang. Tapi, kadang kan dari pengalaman sebagai pengunjung beda, antara yang offline maupun yang online. Dan kadang gue pengen nih pengalaman video [360] bisa seperti yang gue lihat di offline. Gimana cara kalian memediasi antara yang pengalaman online maupun offline atau apakah itu memang perlu dimediasi?
RUX
Iya, sejauh ini sih kita harus berpikir gitu juga. Bagaimana memediasi, kan? Karena itu emang jadi cara lain bagaimana menikmati karya seni. Bagaimana lo dateng ke sebuah pameran. Tapi ya lagi-lagi gue harus melihat juga begini: secara medium, emang itu nggak bisa head-to-head antara pengalaman fisik sama pengalaman virtual. Itu nggak akan bisa disamakan. Tapi, minimal kita bisa ngasih simulasi mereka yang di wilayah virtual sebelum datang ke fisik, misalkan gitu.
Atau kita bisa ngasih apa ya, imajinasi mereka sebelum datang ke fisik. Jadi untuk tujuan awal, mediasi itu jadi tujuan kita untuk bagaimana bisa masih sama itu. Tapi, pada akhirnya kita nggak bisa untuk membanding-bandingkan. Akhirnya, kita juga harus bisa melihat kesempatan yang beda antara wilayah fisik sama yang udah di-virtual-in. Karena, kalau dibandingin pasti ada plus dan minus-nya.
Luo nggak harus keluar duit ke satu museum yang ada di luar negeri, misalkan. Dengan beli tiket, dengan effort. Belum lagi passport belum lagi imigrasi, waktu. Tapi memang berbeda kan, secara environment berbeda, secara atmosfir berbeda. Tapi lo masih bisa membayangkan itu kayak lo nonton film. Cuma ini secara private. Karena kan mode-nya juga sampai mode mobile phone. Itu kan private ya, bisa kapan aja dan dimana aja. Sampai begitu. Itu kelebihan dan kekurangan.
Tapi emang ya sekali lagi nggak bisa di… tapi mediasi itu tetep. Terus upaya itu kita mikirnya gitu kan, karena pengalaman-pengalaman yang ada di kami yang tadi gue bilang di awal bagaimana kita menciptakan sebuah pameran, kerja bareng dengan kurator, preparator, edukator, dan lain sebagainya. Itu yang memang dalam mediasi seninya, ini kita bisa sama-sama ngobrol. Ini karyanya, cara nikmatinnya gimana. Yang bisa kan cuma ditonton doang nih secara virtual. Bisa dipencet, Mas? Oh dipencet bisa! Dipencet, terus ada hal yang lain. Karena di situ misalkan interaktif. Tapi kan output-nya tetep nonton. Output-nya tetep virtual kalau di lokasi, di fisik, dipencet atau keguyur kita nggak bisa menciptakan itu ya. Dipencet atau basah atau ada yang jorokin gitu kan, ada karya-karya begitu kan. Yang punya feedback maka tadi gue bilang masih searah.
Hoppla
Tapi pada akhirnya mediasi itu tidak diperlukan karena mereka berdua pada akhirnya aktivitas yang berbeda.
RUX
Betul. Kecuali… menarik… Mungkin suatu saat ada yang lebih bisa di-explore lagi, mungkin suatu saat. Tergantung ide awal si karyanya. Kalau ide awal si karyanya emang bermain di ruang bukan virtual, kita kan nggak bisa maksain. Ini karyanya batu nih, kan kita nggak bisa maksain bagaimana si apresiasi itu di ruang virtual bisa merasakan hal yang sama ketika mereka ada di ruang yang bukan virtual, yang fisik gitu.
Nah itu juga yang kita kasih tahu tuh. Beberapa kali gue ngasih materi virtual exhibition, ada lah beberapa kampus karena dia emang ada jurusan tentang pameran. Gue ngasih tahu tentang itu. Maksudnya, ya akan balik lagi nih ke bagaimana penciptaan si karya itu kalau mau dipindahin ke virtual. Kalau memang idenya tidak memikirkan kalau itu akan di-virtual-kan. Kan juga banyak akhirnya karya-karya yang di-virtual-kan, kan.
Maksudnya punya ide yang memang di-virtual-kan. Dari awal dia udah punya konsep kalau di-virtual-in gini nih. Misalkan 3D bisa aja mungkin dari awal ini patung, mungkin gue bikin si senimannya bikin 3D modeling-nya. Ketika diklik hampir sama dengan tampilan kayak di lokasi fisiknya.
Hoppla
Jadi logika dua ruang setidaknya jadi urgensi lah buat sekarang?
RUX
Bisa dibilang begitu. Karena emang orang akhirnya bergeser ke wilayah ini. Kan dipaksa ya karena ada masa itu [pandemi], jadi mau nggak mau. Kita juga kan sebenernya gue kenal tentang scanning 360 itu di 2014. Ada temen terus bawa kamera gitu, wah oke juga nih buat preview satu titik. Karena kalau itu sudah digunakan, anggaplah tahun 2016 lah ya, pasti akan kontradiktif sama yang punya ruang. Kotradiktif sama kurator. Kontradiktif sama seniman. Karena memang belum diperlukan, gitu.
RUX
Karena itu [360] diperlukannya juga buat pekerjaan pemasaran, marketing, developer. Kita berkembang awalnya di wilayah interior, baru ke pameran atau exhibition. 2014 baru tahu ada barangnya.
Hoppla
Terus nanti yang Metaverse bagaimana?
RUX
Ya gue sebenernya juga nggak ngerti-ngerti banget tuh Metaverse maunya kayak gimane ye. Cuma kan kalau dipikir-pikir, ngikutin Metaverse itu nggak ada salahnya juga. Sampai akhirnya mungkin dari virtual sampai kemana lagi, sampai akhirnya nanti Metaverse kita jadi nggak gagap. Paling strateginya nggak berhenti eksplorasi di bidang digital itu. Karena kan metaverse kaitannya erat di situ.
RUX
Ya kenal sih, oke lah kenal tentang medium ini. Biar nggak gagap aja. Tapi kan kalau kita selidiki lebih lanjut, kita kan ngomongin itu juga waktu kemaren-kemaren tuh. Facebook bikin A, bikin B gitu kan. Jadi Metaverse jadi blablabla terus ada beberapa aplikasi juga di platform social media yang bisa langsung, dari begini jadi begitu. Terus banyak hal kalau ngomongin si meta ini gitu sebelum jadi keseluruhan. Itu banyak hal yang harus dipelajari dan apa ya kalau kita bilang? Di-embedded yang harus kita tahu juga. Ya kita bagian kecil lah, serpihan-serpihan teknologi yang kita coba mainkan aja, eksplorasi dengan medium yang kita punya sekarang.
RUX
Sekarang kan di Indonesia pakainya belum Metaverse banget. Kayak cuma augmented reality yang dia punya objek ini yang dibayangin kalau ini ditaruh di sini tuh enak gak, buat placing doang. Buat konsepnya enak gak. Nempatin ini itu, augmented kan kayak gitu. Metaverse juga sebenernya.
RUX
Indonesia juga bikin, kok. Jagat Nusantara itu [tertawa]. Ya kan bikin juga kan. Maksudnya banyak hal lah yang harus dipelajari selanjutnya. Tapi, gue pikir wilayahnya ya buat tahu sih oke lah ya, buat mapping, buat ini itu, tapi kayaknya kita [overlapping speech] lebih ke ya men-support, mendayakan sekeliling kita jadi bagian itu. [inaudible] [laughing] Sebenernya mau bikin apa sih lo? Masa depan? [inaudible]
Kurasi-Durasi-Money
Hoppla
Katanya ada proyek lain yang aplikasi Kurasi Durasi Money itu.
RUX
Akhirnya kan ya 2020 juga sebenernya. Jadi, ketika masa itu lah ya, masa semua orang lagi di-pause gitu, terbatas, dalam hubungan antara orang ke orang dan dengan pertemuan. Gue ngulik tentang kalkulator produksi. Kan kita juga jadi nggak berdaya ya, maksudnya si [inaudible] juga nggak berdaya karena ya mau nggak mau kita kan di wilayah jasa ya, semua media pekerjaan yang di wilayah jasa kena imbasnya karena masalah mitigasi. Nggak boleh ketemu dan lain sebagainya.
Terus ya dari pengalaman sekitar dari 2006, ya nggak 2006 banget lah 2008, sekitar 10 tahun di wilayah manajemen produksi pameran, gue pernah melihat beberapa aplikasi tentang perhitungan produksi, cuma bukan pameran. Website ada, buku ada, terus apalagi ya, kalau nggak salah konstruksi ada. Tapi pameran nggak ada. Ini kan jadi bisa dilihat jadi kesempatan buat selanjutnya dibikin dan ini bisa dibuat simulasi buat orang yang ketika mau bikin pameran. Nah, akhirnya judulnya Kurasi Durasi Money.
Sebenernya pertanyaan itu sering banget dihadapkan ke gue ketika orang-orang mau bikin pameran. Eh gua mau bikin pameran dong, berapa ya? Lha, kan kaget kita ditembak begitu. Nah lo isi dah ini. Biasanya kan ada, lo pamerannya dimana? Dari pengalaman tuh ya, berarti pamerannya dimana, ruang pamerannya seluas apa, terus durasi persiapannya berapa lama, karya apa aja yang mau dipasang: 2D, 3D, instalasi, video art, dan apa seni media yang sekarang. Ya perkembangan seninya gitu.
Terus ada lagi yang kita sebut namanya struktur penunjang pameran. Mau panel, mau pake berapa, pedestal mau pake berapa. Mereka ngisi dari situ. Jadi indikatornya itu. Gue coba membayangkan bagaimana orang yang mau bikin pameran, dialog screen-nya, A sampai Z-nya, dia harus melampaui pertanyaan itu dan dijawab sampai terakhir lo punya duit berapa. Kalau lo masukin. Jadi gua bikin kemungkinan: tujuh kegagalan sama tujuh keberhasilan. Tujuh kegagalan gini misalkan kita udah punya backend-nya nih, gue sebutnya bukan screen dialog tapi lebih kepada indikator screening. Kalau pamerannya di gedung harganya sekian, kalau ukurannya 50-meter persegi harganya sekian, terus kalau waktunya sekian, harganya sekian. Ketika itu dijumlah ketemu tuh harganya. Terus ketika dia masukin harga yang kurang, misalkan kurang dari 10% dari harga asli, harga total yang kita bayangkan, jawabannya apa. Kurang dari 20% jawabannya apa. Ini sampai 70% jawabannya makin ngehe tuh. Pokoknya makin dikata-katain tuh. Tapi ketika lo lebih duitnya dari 10%, dari 20%, sampai 70% ujungnya lo akan jadi sultan di situ. Pokoknya ditepuk tanganin lah.
RUX
Kayak gimbot zaman dulu. Ah bego lo, kan gitu.
RUX
Nah sebenernya ke situ. Terus ini ya buat game aja. Makanya, tadi gue bilang screening indicator-nya itu gue juga membayangkan dari pengalaman. Ketika ruangannya gini, gue bisa sekian. Panel harganya sekian, pedestal harganya sekian. Itu ada di backend semua, di belakang, di perhitungan belakang. Di sistem. Sistem ini akan ketarik ketika dia ngisi dua, maka akan cari dua. Ke bawahnya gitu. Itu jadi menarik ketika waktu itu gue main-main bagaiamana si digital platform itu juga bisa mengisi ruang-ruang ketika masa pandemi itu berlangsung.
RUX
Silakan dicoba [tertawa]
Hoppla
Kalian ngelihat proses nge-handle pameran ini dengan adanya internet itu kayak ada fungsi apa yang bisa dikembangkan?
RUX
Sama sebelum ada internet? Sebelum ada virtual sama sesudah ada virtual? Ya lagi-lagi sebenernya, pameran itu akan abadi sebelum ada virtual tour. [overlapping speech] galeri tutup Ruang fisik itu kan sifatnya sementara, terbatas. Ya sebenernya bisa kita bilang terbatas juga ketika listrik nggak nyala, paket data abis. Tapi minimal si ruang-ruang ini accessible. Bisa diakses kapan pun dan dimana pun [overlapping speech]. Gue mah ngeliatnya ini adalah pengembangan dan lo lagi memanjakan [penonton] appreciate untuk datang menikmati sebuah karya seni dan pameran.
RUX
Lagipula keuntungannya juga untuk galeri, unit mereka, bentuk ruang pamer mereka. Jadi kita kalau udah beberapa project nih, tampilan galeri ini, ini, tinggal pilih lo mau lokasi yang mana kan, bisa kayak gitu.
RUX
Iya terus buat galeri, buat ruangnya kan. Buat senimannya juga jadi portfolio gampang banget tinggal ngasih link-nya aja kalau link-nya nggak kita kunci [tertawa]. Keterbatasan itu kan juga ada kan, makanya kita selalu, ya udah apa yang kita udah bikin selama storage kita masih full, masih oke, storage unlimited masih bisa. Terus apalagi, appreciate bisa dibuka kapan aja kecuali mati lampu, server down. Kita pernah ngerasain juga kan server down di Duren Tiga, Cyber dua apa tiga. Sehari tuh untungnya fine-fine aja partner kita. Sehari doang kan, besoknya udah bisa. Wah gimana? Kita tunggu aja email, atau kita langsung email tuh beberapa yang lagi proses langsung kasih tahu yang deket-deket, ada gangguan. Jadi menurut gue asik kalau ada internet. Ya di masa sekarang lah ya.
RUX
Ditambah experience yang nggak cuma 2D yang kayaknya cuma bisa liat sebelah sini. Ini kan bisa keliling, panorama. Atas bawah segala macem itu kelihatan kan. Jadi orang yang mau pameran selanjutnya juga bisa ngebayangin.
Hoppla
Oke tadi kan masalah keuntungan ya. Untuk resiko-resiko force majeure yang kita nggak tahu di depan. Apakah lo udah coba mengantisipasi misalkan data ilang, atau penurunan kualitas tiba-tiba. Saat ini udah coba lo siasati belum?
RUX
Sebenernya kita sudah aware itu, ngomongin security digital kan. Ngomongin tentang bagaimana data-data ini di internet. Memang lagi-lagi itu keterbatasan di kami sih, di pihak ketiga ya pihak dotcom. Kita belum jadi perusahaan atau jadi pengelola yang jamin sepenuhnya, punya kekuatan di wilayah sekuriti cyber itu.
Kalau tadi data ilang pun sama, kita backup, kita nongolin lagi. Jadi ada satu pameran juga yang kita udah sadar kita selenggarakan di awal ini… cerita sedikit ya. Ini pasti akan beresiko, karena pamerannya tentang kampanye propaganda. Kita sudah bikin satu lagi di belakangnya. Ini dotcom, ini kita bikin lagi. Jadi ini di-takedown, ini naik. Antisipasinya gitu doang sih. Karena emang kita arah ke digital security cyber-nya belum ada yang berkompeten. Kalau pun ada pihak ketiga, gue gak tau harus bayar berapa pihak ketiga itu.
Hoppla
Gue balik lagi ke Kurasi Durasi Money tadi. Lo bilang itu karya seni nggak?
RUX
[tertawa] Secara personal, kalau gue iya. Karena kan setiap yang kita kerjakan sebenernya kan karya. Entah itu project, program, segala macem. Ditambah lagi itu kan proses sampai hasil, hasilnya jadi apresiasi entah itu di depannya ada nama apa blablabla segala macem walaupun kita di balik layarnya gitu. Gue rasa ya itu karya.
RUX
Kalau gue, ya identifikasi karya kan ada seni murni yang memang susah dipahami. Atau ada pengetahuan lain yang harus memahami seni murni itu. Terus ada seni terapan kan, salah satu bagian dari seni terapan sih. Karena sifat deliver-nya gitu kan. Terus interaktif, digunakan, trus emang dia punya fungsi lain. Apalagi itu digital. Fungsi lainnya simulasi. Kalau seni murni kan kita ya udah lah, clear karya seni. Tapi kalau melihat dari tentang karya itu sendiri, itu seni terapan.
Hoppla
Ada batas-batas yang sangat blur untuk melihat aplikasi ini sebagai karya. Karena persepsi kita melihat aplikasi itu sebatas dari segi konsumen maupun fungsionalitas. Bagaimana kalian melihat kecenderungan ini? Karya-karya yang mungkin mirip dengan aplikasi ini, atau kecenderungan untuk melihat persepsi seni itu sendiri.
RUX
Makanya itu nggak dibikin valid. Kalau lo lihat di kalkulator pada umumnya, dia langsung ngeluarin angka. Nah kita nggak ngeluarin angka di situ, tapi bagaimana orang untuk kontribusi terhadap imajinasi mereka mengeluarkan angka di situ. Sebenernya itu sih. Berbedanya di situ, cara mainnya berbeda. Pun feedback-nya adalah yang -7 sama +7. Nah, itu sebenernya jadi wilayah main-main. Tapi, kalau aplikasi ya gue jujur juga gue nggak tahu itu jadi bisa dibilang kecenderungan jadi karya seni juga. Karena memang sifat karya seni sekarang kan juga ngomongin karya seni nggak dalam kotak yang sama. Udah horizontal aja nih.
Apa pun ketika demand itu menyebut karya seni, kelarlah itu karya seni. Balik lagi kepada niat si senimannya. Kalau gue bikin itu, kita bikin itu di sini, karena emang kita lagi coba melihat digital di masa itu terus pengetahuan atau apa ya, pengalaman kita di wilayah manajemen produksi pameran kita bisa aplikasikan di situ dan kita juga coba. Bukan ngebantu sih, tapi membayangkan orang yang mau pameran kita kasih aplikasi itu untuk juga sama-sama membayangkan bagaimana produksinya secara volume. Ya itu, money-nya itu. Kurasi, durasi, money-nya itu berapa.
Hoppla
Jadi bisa dibilang ini karya karena ada aspek imajinasi, spekulasi, kemudian aplikasi, estimasi, dan implementasi.
RUX: Sama eksistensi. Karena kita emang di situ. Kecuali yang bikin bukan kita, misalkan. Karena emang kita berkembangnya kan di situ ya, yang tadi gue bilang di awal itu. Jadi kan sebuah eksistensi, sebuah perjalanan emang ya lo, yang bisa bikin itu lo doang. Akhirnya proses yang kita lakukan sebagai preparator, sebagai manajemen produksi pameran, kita aplikasikan ke dalam bentuk itu.